Cerita RN Sabar Menanti Sang Anak Bebas dari LPKA, Bersyukur Dapat Remisi Hari Anak Nasional

Hari Anak Nasional, remisi Hari Anak Nasional, hari anak nasional, remisi hari anak nasional, LPKA Kelas II Jakarta, lpka jakarta, anak di LPKA, Cerita RN Sabar Menanti Sang Anak Bebas dari LPKA, Bersyukur Dapat Remisi Hari Anak Nasional, Anak yang paling dinantikan, Melepas rindu lewat masakan, Bisa diandalkan, tapi kepala batu, Remisi Hari Anak Nasional yang berharga

Kasih ibu sepanjang masa. Diterjang ombak sekalipun, kasih sayangnya tidak akan gentar.

Sepanjang hidupnya, seorang ibu akan terus menyayangi anak, di tengah berbagai cobaan yang menerpanya.

Inilah moto hidup RN, perempuan berusia 40 tahun yang menunggu kebebasan anak pertamanya, R (17), dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Jakarta, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Kalau nanti anak bebas, aku rencananya bakal merayakan dengan langsung ngajak dia makan makanan kesukaannya, shabu-shabu,” ungkap RN kepada Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

Sekilas, perempuan yang menggunakan hijab dan blouse putih, serta rok ungu ini tampak murung. Sepanjang menyaksikan seremonial pemberian remisi Hari Anak Nasional, wajahnya tertekuk.

Tidak ada senyum pada bibir merahnya. Tatapannya pun kosong menantikan pengumuman remisi yang akan diterima oleh sang buah hati, sampai apa yang ingin didengar tiba.

Anaknya menerima remisi atau pengurangan masa tahanan. Dengan langkah harapan, RN berjalan menuju panggung sebagai salah satu perwakilan orangtua para anak binaan.

Tubuhnya tegap, hentakan kakinya mantap, wajahnya penuh tekad, dan tatapannya berapi-api. RN naik ke atas panggung bersama beberapa anak binaan untuk secara resmi “menerima” remisi Hari Anak Nasional.

Anak yang paling dinantikan

Hiruk-pikuk seremonial pemberian remisi Hari Anak Nasional perlahan berkurang. RN masih duduk di bangkunya di deretan paling belakang.

Entah apa yang dinantikan, ia duduk dengan mata berkaca-kaca. Ia beberapa kali terlihat mengusap air mata yang hendak turun dari kelopak mata bawahnya.

“R anak pertama dari dua bersaudara. Dia anak saya yang sangat saya nanti-nantikan banget kelahirannya dulu,” tutur RN dengan suara bergetar.

RN mengenang masa-masa ketika R belum “berbuat nakal”. Ia, R, dan anak keduanya yang masih berusia 10 tahun, sering menghabiskan waktu bertiga di rumah, sementara suaminya bekerja.

“Kebiasaan yang aku kangenin pas dia masih di rumah ya dia selalu nemenin aku pas lagi enggak main. Sering ngobrol bareng, ketawa bareng,” kata RN.

Melepas rindu lewat masakan

R bukan anak yang sulit makan. Hidangan apa pun yang dimasak oleh sang ibunda, langsung ia habiskan dengan lahap tanpa sisa. Namun, hidangan favoritnya adalah ayam goreng, sambal, lalapan, dan sayur asem.

“Dia sering banget kalau aku masak, dia yang selalu ngabisin pokoknya,” kata R sambil tertawa kecil.

Ketika disajikan, jangan harap anggota keluarga lain bakal menikmatinya. Dalam hitungan menit mungkin semuanya sudah habis dimakan oleh R. Sesuka itu dia dengan empat jenis hidangan tersebut.

Perasaan senang ketika memasak makanan favorit anak pertamanya memang telah tergantikan oleh perasaan sedih. Namun, ini adalah satu-satunya cara bagi RN untuk melepas rindu.

“Selama anak di LPKA, aku kangen dia kalau pas lagi masak makanan favoritnya. Sebelumnya kan selalu dia yang menghabiskan, kalau sekarang jarang habis. Aku yang ngabisin. Makanya kalau kunjungan, aku suka bawain,” ujar RN.

Bisa diandalkan, tapi kepala batu

R seperti remaja pada umumnya. Ia bisa diandalkan ketika diminta tolong oleh orangtuanya, tetapi tetap kepala batu. Apalagi jika menyangkut jadwal bermain.

Saking “tambengnya”, RN harus menjadi sosok ibu yang bawel demi keselamatan sang buah hati. Walaupun, apa yang diucapkan oleh RN selalu masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri.

“Aku selalu ingatkan, istilahnya ngebawelin anak, karena dia banyak main. Kalau waktunya pulang ya pulang, kalau waktunya sekolah ya langsung pulang setelah itu dan jangan nongkrong. Selalu ingetin jangan lupa beribadah. Aku bawelin lewat telepon, aku chat juga,” tutur dia.

Kini, lantaran sang anak berada di LPKA Kelas II Jakarta, rumah terasa sepi. Ramainya suara dari anak kedua terasa berbeda ketika anak pertamanya masih ada di rumah.

“Karena R di sini, rumah jadinya sepi. Sepi banget bisa dibilang. Dan aku kangen banget,” ucap RN.

Namun, saat ditanya berapa bulan remisi yang diterima R, ia enggan mengungkapkan lebih lanjut.

Remisi Hari Anak Nasional yang berharga

RN mengatakan, remisi Hari Anak Nasional adalah sesuatu yang berharga bagi para orangtua dan anak binaan LPKA Kelas II Jakarta.

Keringanan masa tahanan membuat mereka bersemangat menantikan tiba waktunya  RN dan R bakal bersama lagi tanpa batasan ruang dan waktu.

“Hari baik dan momen baik. Pemberian remisi beri kepastian untuk keluarga, terutama orangtua kayak aku, dan juga anggota keluarga lain di rumah. Sangat penting,” kata RN.

Selain itu, pemberian remisi juga memberi kepastian pada pihak orangtua, apakah sang anak bisa lanjut bersekolah atau tidak ketika mereka akhirnya dibebaskan. Untuk RN, pendidikan sangatlah penting.

Sembari menunggu, RN sedang menyiapkan kegiatan apa saja yang bakal dilakukan ketika R bebas.

“Selain mengajak dia makan makanan favoritnya, aku juga mau mengajak dia liburan dan menginap. Terus ketemu sama anggota keluarga lainnya dan tetangga, kangen-kangenan. Pada kangen, pada nanyain terus,” ucap dia.

Untuk diketahui, sebanyak 27 dari 44 anak binaan di LPKA Kelas II Jakarta menerima remisi Hari Anak Nasional hari ini, Rabu.

Mereka diusulkan dan lolos untuk remisi karena telah melalui persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah disiplin dan tidak pernah melanggar aturan.

Pemberian remisi adalah satu bulan per anak binaan. Tahun ini, ada dua anak yang langsung bebas karena masa tahanan berakhir usai mendapat remisi. Sementara 25 anak lainnya masih harus menunggu.