Mengenal Filosofi Kebaya, Warisan Perempuan Indonesia di Hari Kebaya Nasional 2025

Kebaya bukan sekadar busana tradisional perempuan Indonesia. Di balik keindahan bordir, warna, dan potongannya, tersimpan nilai-nilai luhur yang diwariskan lintas generasi.
Dari simbol kesopanan hingga ekspresi identitas budaya, kebaya memegang peranan penting dalam kehidupan perempuan Nusantara.
Asal-usul kebaya, dari kemben menjadi busana tertutup
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bogor, Sitawati Ken Utami, menjelaskan bahwa sebelum mengenakan kebaya, perempuan Nusantara hanya menggunakan kemben, yakni sehelai kain yang dililitkan untuk menutupi bagian dada.
Seiring masuknya pengaruh peradaban Islam, terjadi perubahan pada cara berpakaian perempuan. Kemben mulai dilapisi selendang untuk menutupi bagian tubuh lain, terutama pundak dan lengan.
“Awalnya dari hanya menggunakan kemben itu, diberilah selendang untuk menutupi pundak dan lengan. Lama-kelamaan, selendang ini menjelma menjadi sebuah busana yang kita kenal sekarang sebagai kebaya,” tutur Sita dikutip dari pemberitaan Kompas.com sebelumnya, Kamis (24/7/2025).
Padu padan kebaya Kutu Baru hitam dan kain lilit batik ala aktris Ariel Tatum.
Filosofi kebaya
Perjalanan kebaya dari masa ke masa bukan sekadar perubahan bentuk dan motif. Ia menjadi saksi transformasi sosial, budaya, hingga politik, sekaligus simbol dari kelembutan dan keteguhan perempuan Indonesia.
Berikut makna filosofis kebaya yang menjadikannya lebih dari sekadar busana:
1. Simbol identitas dan keanggunan perempuan Indonesia
Dikutip dari jurnal Evolusi Kebaya: Transformasi dari Tradisional ke Modern (2024) dari laman Open Journal System, dalam kebaya, tercermin nilai kesopanan, kelembutan, dan keanggunan yang menjadi karakter perempuan Indonesia.
Potongannya yang lembut dan membingkai tubuh dengan anggun mencerminkan penghormatan terhadap tubuh dan martabat diri.
Bagi banyak perempuan, kebaya bukan sekadar busana, ia menjadi simbol jati diri dan warisan budaya yang membanggakan.
2. Cermin stratifikasi sosial di masa lalu
Menurut kajian Taylor dalam Nordholt (2005), kebaya dahulu menjadi penanda kelas sosial. Kaum priyayi mengenakan kebaya dari bahan halus dan batik eksklusif, sementara rakyat biasa memakai kebaya dari kain tenun sederhana.
Bahkan, bentuk kebaya juga berbeda antara perempuan pribumi dan perempuan Belanda di masa kolonial.
Hal ini menunjukkan bagaimana pakaian bisa mencerminkan posisi sosial dalam masyarakat.
3. Warna kebaya sebagai lambang nilai-nilai kehidupan
Setiap warna kebaya memiliki makna simbolik yang erat kaitannya dengan budaya dan filosofi lokal:
- Putih: kesucian dan ketulusan
- Merah: semangat dan keberanian
- Biru: ketenangan dan kepercayaan
- Hijau: kesuburan dan harapan
- Kuning: keceriaan dan kemakmuran
- Ungu: keanggunan dan spiritualitas
- Hitam: kekuatan dan ketegasan
Pemilihan warna kebaya dalam berbagai acara, seperti pernikahan atau upacara adat, tidak sembarangan. Warna dipilih sesuai makna yang ingin disampaikan.
4. Simbol perjuangan dan nasionalisme
Pada era perjuangan kemerdekaan hingga masa Orde Lama, kebaya dikenakan oleh tokoh-tokoh perempuan Indonesia sebagai simbol identitas nasional.
Dalam berbagai acara kenegaraan, kebaya tampil sebagai lambang perlawanan terhadap penjajahan sekaligus ekspresi cinta tanah air.
5. Busana yang menjaga aurat dan nilai kesopanan
Kebaya modern saat ini banyak bertransformasi menjadi lebih tertutup, sejalan dengan berkembangnya nilai-nilai Islam dan tren modest fashion.
Modelnya tetap menawan namun lebih sopan, tidak lagi menonjolkan belahan dada atau lekukan tubuh.
Hal ini menegaskan bahwa kebaya tetap relevan, bahkan ketika nilai-nilai budaya dan agama saling bersinggungan.
6. Ekspresi kreativitas dan adaptasi zaman
Desain kebaya pun terus berkembang seiring tren mode.
Dari bentuk kerah, panjang lengan, hingga siluet yang disesuaikan dengan karakter tubuh pemakai, kebaya menjadi ruang ekspresi kreatif para desainer dan pemakainya.
Kini, kebaya tak lagi hanya dikenakan di acara formal atau upacara adat. Ia hadir di panggung mode dunia, dikenakan selebritas dan generasi muda dengan gaya yang lebih segar.
Meski tampil modern, kebaya tetap membawa nilai-nilai filosofis yang dalam, kelembutan, martabat, dan warisan budaya.
Penyanyi Nadin Amizah tampil anggun dengan kebaya nuansa vintage di hari lamarannya.
Tetap eksis dan relevan hingga kini
Kebaya terus berevolusi, dari yang dahulu dikenakan sehari-hari, lalu menjadi busana resmi dalam acara formal, hingga kini kembali populer sebagai gaya busana harian.
“Kebaya itu dulunya fit body, tapi sekarang dimodifikasi jadi lebih lebar di lengan dan melebar ke samping,” ungkap Sita.
Saat ini banyak perempuan muda yang mengenakan kebaya ke kampus, mal, hingga nongkrong bersama teman.
Hal ini menunjukkan bahwa kebaya bukan barang usang. Ia hidup, bertransformasi, dan tetap memiliki daya tarik lintas generasi.
Meski begitu, menurut Sita pelestarian tetap perlu dilakukan.
“Sederhana sebetulnya, kalau dari kita sendiri bangga dan mengajak anak ataupun lingkungan terdekat untuk bangga menggunakan kebaya setiap hari, maka itu jadi langkah untuk melestarikannya,” tutup Sita.