Wamen Jadi Komisaris Tidak Bisa Bikin BUMN Untung dan Hilangkan Praktik Korupsi

Banyaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mash merugi saat ini. Bahkan, ketika komisaris diisi wakil menteri (wamen) merangkap jabatan.
Pernyataan itu disampaikan Advokat Konstitusi, Viktor Santoso Tandiasa setelah mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (28/7).
"Kalau kita melihat dalam undang-undang BUMN dan undang-undang PT itu fungsi komisaris itu adalah memberikan pertimbangan, nasihat, dan pengawasan. Karena harus memberikan pertimbangan dan nasihat terhadap direksi agar tidak terjadi pengelolaan yang merugikan BUMN dan juga mengawasi praktek-praktek korupsi," kata Viktor.
Ia mencontohkan dugaan korupsi yang terjadi di PT Pertamina. Viktor menyoroti peran komisaris yang dinilai gagal dalam melakukan pengawasan, sehingga terjadi tindak pidana korupsi di BUMN yang bergerak di bidang perminyakan dan gas tersebut.
"Nah, sehingga kalau kita melihat perkembangan BUMN ini selalu kan laporannya merugi. Dan yang kedua faktanya, sudah banyak dugaan-dugaan korupsi yang terungkap bahkan sampai ratusan miliar," tuturnya.
Di PT Pertamina terdapat tiga wamen yang mengisi posisi sebagai komisaris. Yakni, Wamen Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Wamen Koperasi Ferry Juliantono sebagai Komisaris PT Pertamina Patra Niaga, dan Wamen Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
"Sehingga tidak heran ketika terjadi persoalan yang cukup signifikan di Pertamina, baik kerugian ataupun juga praktek korupsi yang cukup besar," katanya.
Tak hanya itu, buruknya pengelolaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk membuat maskapai milik Indonesia itu terus mengalami kerugian yang membuat Garuda memiliki utang yang menggunung.
"Ketika komisaris itu dirangkap oleh wakil menteri, maka tidak fokus dalam melakukan fungsinya. Baik itu memberikan nasehat, pertimbangan terhadap direksi dalam mengambil keputusan dalam pengelolaan BUMN dan juga tidak mengawasi secara maksimal," ujar Viktor.
Oleh karena itu, Viktor meminta MK agar posisi wakil menteri itu ditegaskan dalam amar putusan untuk dilarang sama seperti menteri tidak boleh merangkap jabatan, salah satunya sebagai Komisaris BUMN.
"Itu alasannya kenapa saya mengajukan permohonan ini, karena kalau kita memahami fungsi dari komisaris itu sebenarnya sangat berperan penting bagi perjalanan atau pengelolaan BUMN," katanya.
"Sehingga kita meminta agar mahkamah kemudian bisa melihat ini sebagai tujuan atau niat baik untuk memperbaiki tata kelola BUMN sehingga pengawasan dan fungsi komisaris kembali seperti harapan undang-undang yaitu bisa maksimal dalam melakukan pengawasan dan memberikan pertimbangan kepada direksi-direksi," pungkasnya.
Advokat Viktor Santoso Tandiasa, secara resmi akan mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan ini diajukan karena hingga saat ini praktik rangkap jabatan wakil menteri (wamen) menjadi komisaris pada BUMN masih terjadi.
Oleh Karenanya Viktor merasa perlu menguji dan menegaskan Pasal 23 UU 39/2008 yang menyatakan "Menteri dilarang merangkap jabatan" dianggap bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai "Termasuk Wakil Menteri".
Tujuannya agar Mahkamah Konstitusi tidak hanya memuat penjelasan pada bagian Pertimbangan hukum saja sebagaimana termuat dalam Putusan No. 80/PUU-XVII/2019 namun harus memuat dalam Amar Putusan sehingga menghilangkan perdebatan atas keberlakuan mengikat larangan rangkap jabatan tersebut. (Pon)