Tangis Mbak Ita di Sidang Pledo, di Depan Hakim Mengaku Tak Serumah Lagi dengan Suami

Hevearita Gunaryanti Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, terdakwa kasus korupsi dan suap di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, mengungkapkan sejumlah fakta pribadi dalam sidang pembacaan pledoi di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8/2025).
Ia menegaskan bahwa dirinya sudah lama hidup terpisah rumah dengan sang suami, Alwin Basri, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Pengakuan ini disampaikan langsung oleh mantan Wali Kota Semarang itu di hadapan Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi. Dengan suara bergetar dan air mata yang tak henti mengalir, Ita menyampaikan bahwa segala tindakan suaminya dilakukan tanpa sepengetahuannya.
“Pengakuan ini membuka rahasia, atau mungkin bisa disebut sebagai aib saya dan suami. Bahwa saat suami saya melakukan kegiatan-kegiatan sampai pemeriksaan oleh KPK, kami sudah tidak satu rumah,” ujar Ita dalam persidangan.
Tinggal di Rumah Berbeda, Tapi Masih Satu Deret
Dalam nota pembelaannya, Mbak Ita menjelaskan bahwa dirinya tinggal di rumah Jalan Bukit Duta Nomor 12, Banyumanik, Semarang, sedangkan sang suami tinggal di rumah nomor 10. Keduanya terpisah oleh satu unit rumah lain, namun masih dalam satu deret yang dimiliki bersama.
“Para saksi menyudutkan saya, seolah tahu aktivitas suami saya, padahal kami sudah tidak tinggal serumah,” ujarnya.
Ita juga menyanggah bahwa barang pribadinya ditemukan di rumah suaminya saat penggeledahan oleh KPK.
“Saya punya kamar sendiri di rumah nomor 12. Silakan dicek, apakah ada pakaian saya di kamar suami? Saya tidak tahu-menahu soal kegiatan suami saya,” tegas Ita.
Bantah Dakwaan dan Klaim Tak Pernah Campuri Proyek
Mbak Ita bersama suaminya didakwa terlibat dalam tiga proyek bermasalah yang merugikan keuangan negara hingga Rp9 miliar. Di antaranya:
1. Proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan pada 2023.
2. Pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di Dinas Pendidikan.
3. Penerimaan uang dari Bapenda Kota Semarang yang bersumber dari “iuran kebersamaan”.
Namun, dalam pledoinya, Mbak Ita secara tegas membantah seluruh dakwaan tersebut.
“Saya tidak pernah memberikan arahan kepada vendor atau mengatur proyek PL. Saat itu saya juga tidak punya wakil wali kota, sehingga pekerjaan administratif sangat padat,” ujar Ita.
Terkait iuran kebersamaan dari pegawai Bapenda, Ita mengakui menerima uang tersebut, namun mengeklaim tidak tahu asal-usulnya dan tidak pernah memintanya secara langsung.
“Saya tidak tahu lor kidul-nya (seluk-beluknya). Tidak ada perintah tertulis dari saya,” kata Ita.
Dalam bagian akhir pembelaannya, Ita menyampaikan dugaan bahwa kasus yang menjeratnya tidak lepas dari konstelasi politik menjelang Pilkada 2024. Ia menyebut adanya tekanan agar tidak mencalonkan diri kembali sebagai Wali Kota Semarang.
“Kasus ini muncul karena ada dinamika politik. Saya sudah diingatkan agar tidak maju. Tapi karena ada penugasan dari Ibu Megawati, saya akhirnya kembali bersedia,” kata Ita.
Namun, tak lama setelah menyatakan kesiapannya, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pledoi setebal puluhan halaman itu, Ita juga menyebut sejumlah tokoh PDIP yang menjadi bagian dari perjalanan politiknya, seperti Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, dan Hasto Kristiyanto. Ia menyatakan bahwa semangat kemandiriannya sebagai perempuan dibentuk melalui bimbingan politik dari Megawati.
“Saya di dunia politik sejak 2015, direkomendasikan langsung oleh Ketua Umum. Saya tidak pernah menggantungkan nafkah pada suami,” ucap Ita.
Ia juga mengutip Surah Al-Ahzab ayat 69 dan Al-A’raf ayat 16 sebagai bentuk kekuatan spiritual yang membuatnya tetap tegar.
Tuntutan Jaksa, 6 Tahun Penjara untuk Ita, 8 Tahun untuk Suami
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK menuntut Mbak Ita dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Alwin Basri dituntut 8 tahun penjara dengan denda yang sama. Jaksa juga meminta keduanya dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah menjalani masa pidana.
Jaksa menilai kedua terdakwa tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi nasional.
Di tengah pembelaannya, Ita menyampaikan sejumlah pencapaian saat menjabat sebagai Wali Kota Semarang, seperti penurunan angka kemiskinan ekstrem, stunting, serta keberhasilan dalam pembangunan infrastruktur dan pengendalian banjir rob.
“Saya telah menerima 60 penghargaan dari tahun 2023 hingga 2024, baik nasional maupun internasional. Ini bentuk pengabdian saya kepada negara,” ucap Ita.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Pengakuan Mbak Ita di Persidangan Kasus Korupsi Semarang, Tidak Lagi Serumah dengan Alwin Basri dan Ita Nangis Berkali-kali saat Bacakan Pledoi
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!