Tiga Hakim Pemvonis Bebas Kasus Korupsi Ekspor CPO Disidang Hari Ini

Kejagung menetapkan Hakim Djuyamto sebagai tersangka suap
Kejagung menetapkan Hakim Djuyamto sebagai tersangka suap

  Tiga hakim pemvonis bebas kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2022 menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025. 

Ketiga hakim yang akan menjalani sidang perdana adalah Hakim Ketua Djuyamto bersama dengan para hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.

"Perkara tersebut rencananya akan disidangkan pukul 10.00 WIB di ruang Muhammad Hatta Ali," kata Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto saat dikonfirmasi.

Ketiga hakim tersebut akan menghadapi sidang pembacaan surat dakwaan penuntut umum atas perkara suap  vonis bebas kepada terdakwa kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

Sebelumnya, ketiga hakim tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf B juncto Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.  

Kasus ini bermula ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah.

Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat diduga telah menerima uang suap sebesar Rp 60 miliar terkait pengaturan putusan agar dijatuhkan ontslag atau bebas. Uang tersebut diterima melalui Panitera Muda Perdata Wahyu Gunawan sekaligus orang kepercayaan MAN. 

Arif Nurnyanta maupun Wahyu Gunawan telah disidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2025. Dalam dakwaan kasus Arif dan Wahyu, disebutkan bahwa total uang yang diterima keduanya dan para hakim sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp40 miliar.

Uang tersebut diduga diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya diterima sebanyak dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS atau senilai Rp8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.

Kemudian penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp32 miliar, yang dibagi kepada Arif sebesar Rp12,4 miliar; Wahyu Rp1,6 miliar; Djuyamto Rp7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

Arif dan Wahyu dijerat Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.