Pemilik Wilmar Group dan Bisnisnya di Balik Dugaan Korupsi Ekspor CPO

Wilmar Group, Pemilik Wilmar Group, korupsi ekspor cpo, Wilmar Group Pemain Global Industri Sawit, Pemilik Wilmar Group dan Bisnisnya di Balik Dugaan Korupsi Ekspor CPO

Wilmar Group menjadi perhatian publik setelah lima anak usahanya resmi ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. 

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap telah menyita dana senilai Rp 11,8 triliun dari Wilmar Group sebagai tersangka korporasi dalam perkara tersebut.

Sebanyak Rp 2 triliun uang  tunai ditampilkan sebagai perwakilan dari seluruh uang yang disita oleh penyidik. 

Uang pecahan Rp 100.000 ditumpuk hingga menggunung memenuhi setengah ruangan gedung Bundar Jampidsus yang baru direnovasi.

Dalam kasus korupsi CPO terdakwa PT Wilmar Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619. 

Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirtut Jampidsus), Sutikno, menyatakan bahwa angka  uang yang disita tersebut merupakan hasil perhitungan kerugian negara oleh BPKP dan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Kerugian itu terdiri dari kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara. Totalnya mencapai Rp 11.880.351.802.619,” kata Sutikno, dikutip Kompas.com (18/06/2025). 

Kelima entitas anak usaha Wilmar yang menjadi terdakwa, yaitu:

  • PT Multimas Nabati Asahan
  • PT Multinabati Sulawesi
  • PT Sinar Alam Permai
  • PT Wilmar Bioenergi Indonesia
  • PT Wilmar Nabati Indonesia

Pemilik Wilmar Group

Wilmar Group merupakan perusahaan agribisnis multinasional yang berdiri pada tahun 1991, didirikan oleh dua pengusaha ternama: Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus. 

Awalnya, mereka membentuk Wilmar Trading Pte Ltd di Singapura dengan hanya lima karyawan dan modal awal sebesar 100.000 dolar Singapura.

Perusahaan kemudian mengembangkan perkebunan kelapa sawit pertama di Sumatera Barat melalui PT Agra Masang Perkasa (AMP) seluas 7.000 hektare.

Wilmar terus melakukan ekspansi kilang dan akuisisi pabrik di berbagai daerah seperti Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.

Pada awal 2000-an, Wilmar mulai memasarkan produk minyak goreng dengan merek sendiri, seperti Sania. 

Pada tahun 2005, mereka mengakuisisi PT Cahaya Kalbar Tbk, produsen minyak dan lemak khusus untuk industri makanan.

Setahun kemudian, perusahaan berganti nama menjadi Wilmar International Limited dan kembali melantai di Bursa Singapura.

Wilmar Group: Pemain Global Industri Sawit

Hingga akhir tahun 2020, Wilmar Group tercatat memiliki lahan tanam seluas 232.053 hektare, di mana 65 persen berada di Indonesia.

Lokasi perkebunan perusahaan tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, serta sebagian lainnya di Malaysia, Uganda, dan Afrika Barat.

“Di Indonesia, perkebunan kami berlokasi di Sumatera, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (wilayah selatan), sedangkan di Malaysia berada di Sabah dan Sarawak,” tulis Wilmar dalam laporan resminya.

Perusahaan juga mengelola lebih dari 35.000 hektare lahan petani kecil dan menjalin kerja sama dengan mitra petani di Afrika serta Indonesia.

Bisnis Wilmar Group Meluas ke Minyak Goreng, Pangan, dan Pupuk

Wilmar Group dikenal sebagai produsen minyak nabati kemasan terbesar di dunia. Di Indonesia, merek-merek seperti Sania, Fortune, Siip, dan Sovia merupakan produk minyak goreng yang diproduksi Wilmar.

Tak hanya minyak goreng, Wilmar juga merambah sektor pangan lainnya, seperti beras, tepung, mi instan, hingga bumbu masak.

Di sektor pupuk, Wilmar menjadi salah satu pemain utama dengan kapasitas produksi mencapai 1,2 juta metrik ton per tahun.

“Bisnis pupuk diarahkan ke sektor kelapa sawit, sejalan dengan salah satu bisnis inti Wilmar,” ungkap perusahaan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: , Wilmar Group Milik Siapa? Ini Profil Raksasa Sawit yang Kembalikan Dana Rp 11 Triliun di Kasus Korupsi Ekspor CPO, dan Dua Korporasi Diharapkan Ikuti Wilmar Group Kembalikan Kerugian Negara Korupsi Ekspor CPO.