KPK Lacak Rekening Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan tengah menelusuri rekening yang diduga terkait dengan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa lembaganya berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami aliran dana.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Setyo Budiyanto di kompleks KPK, Jakarta
“Itu pasti dilakukan koordinasi dengan pihak PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan),” ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan, hasil kerja sama tersebut nantinya berbentuk dokumen resmi mengenai penelusuran rekening terkait kasus haji.
“Nanti dari PPATK hasilnya terbit, muncul penjelasan di dokumen tersebut, maka bisa dipastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Masih ada proses,” katanya.
Setyo menekankan bahwa langkah penelusuran rekening merupakan prosedur standar dalam setiap penyidikan kasus korupsi.
“Hal yang biasa dilakukan oleh penyidik. Jadi, penelusuran pendalaman terhadap para tersangka, kemudian calon tersangka, kemudian saksi, termasuk juga dokumen, dan termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan rekening,” ujarnya.
KPK sebelumnya mengumumkan penyidikan perkara dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 pada 9 Agustus 2025. Dua hari sebelumnya, yakni 7 Agustus 2025, lembaga antirasuah telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas..
Selain memulai penyidikan, KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara yang ditaksir mencapai **lebih dari Rp1 triliun**. Lembaga ini juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Tak hanya KPK, DPR RI melalui Pansus Angket Haji juga menyoroti penyelenggaraan ibadah haji 2024. Salah satu temuan pansus adalah soal pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Kuota itu dibagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Namun, pola tersebut dinilai menyalahi Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota haji khusus sebesar 8 persen dan 92 persen untuk kuota reguler. (ANTARA)