KPK Buka Peluang Periksa Jokowi dalam Kasus Korupsi Kuota Haji

KPK Buka Peluang Periksa Jokowi dalam Kasus Korupsi Kuota Haji

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memanggil dan memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024.

Peluang pemanggilan Jokowi menyeruak usai KPK ditanya soal kemungkinan tersebut dalam pengembangan kasus yang menjerat eks Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas.

Jubir KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemanggilan terhadap siapa pun, termasuk Jokowi, sepenuhnya bergantung pada kebutuhan penyidik.

"KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka dan membuat terang dari penanganan perkara ini. Tentunya," kata Budi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/8).

Keterkaitan Jokowi dalam kasus ini berasal dari fakta bahwa tambahan 20.000 kuota haji untuk tahun 2024 merupakan hasil lobi dan permintaan langsung yang diajukan oleh Presiden RI dua periode itu kepada pemerintah Arab Saudi.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menjelaskan tujuan awal permintaan kuota tersebut adalah untuk memotong antrean haji reguler yang bisa mencapai belasan tahun.

Budi mengatakan, pihaknya bakal mendalami pihak-pihak yang membuat pembagian kuota haji tambahan sebesar 20.000 tidak sesuai aturan.

Ia menerangkan, merujuk Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.

Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus. Sisanya, yakni sebesar 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.

Semestinya, kuota haji sebanyak 20.000 dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.

Dengan demikian, haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang. Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.

“Di situ ada pergeseran dari yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler, 8 persen untuk haji khusus, karena ada pergeseran jadi 50:50 atau 10.000:10.000," bebernya.

Budi menambahkan, penyidik akan mendalami terkait dengan perintah penentuan kuota tersebut dan juga pihak-pihak yang diduga menerima aliran uang dari kasus tersebut.

"Tentunya karena yang dikelola para agen ini kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak tertentu. Jika ada siapa saja pihak-pihak tertentu itu, semuanya akan ditelusuri oleh KPK,” pungkasnya. (Pon)