JPU Hadirkan 3 Orang Saksi di Sidang Dugaan Korupsi Investasi PT Taspen

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan investasi PT Taspen (Persero) kembali menghadirkan tiga orang saksi dalam persidangan perkara pengelolaan investasi PT Taspen (Persero) pada reksa dana I-NextG2 pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (21/7). Pekan lalu, JPU juga sudah menghadirkan enam orang sebagai saksi dalam perkara ini yang seluruhnya adalah pegawai dan mantan pegawai Taspen.
Dalam persidangan, terungkap bahwa pada 2019, terdapat risiko gagal bayar yang dapat menyebabkan kerugian nyata terhadap investasi Taspen yang bersumber dari Dana Program Tabungan Hari Tua (THT) pada sukuk ijarah PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) walaupun sudah ada putusan perdamaian.
Instrumen investasi tersebut sempat mengalami tekanan pasar akibat masalah PKPU yang dialami oleh TPSF, sehingga memicu kekhawatiran pada internal Taspen sebagai pemegang Sukuk Ijarah II yang diterbitkan TPSF tahun 2016 silam.
Kepanikan tersebut diperparah karena investasi itu dinilai bertentangan dengan ketentuan peringkat aset investasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) serta tidak likuid saat dilakukan upaya penjualan kepada pihak lain.
Saksi PS menerangkan bahwa telah dilakukan upaya untuk menjual sukuk tersebut, namun tidak membuahkan hasil sehingga dilakukan pemilihan opsi untuk restrukturisasi/optimalisasi.
Dalam pernyataannya, saksi H dan EMR membenarkan bahwa performa instrumen pasar modal sejak tahun 2019 mengalami tren penurunan, yang semakin memburuk akibat dampak pandemi COVID-19 pada awal 2020.
Saksi H menambahkan bahwa pemilihan PT Insight Invesments Management (PT IIM) dikarenakan saksi tidak mengetahui MI lain selain PT IIM yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam mengelola optimalisasi investasi yang sedang bermasalah.
Lebih lanjut, saksi PS menjelaskan bahwa dalam situasi seperti ini, tidak mungkin perusahaan menerapkan strategi hold and averaging down atas sukuk TPSF, sebagaimana diatur dalam Peraturan Direksi Taspen Nomor 19 yang hanya berlaku secara internal dan tidak mengikat pihak eksternal seperti mitra atau rekan investasi Taspen.
Dengan demikian, hal tersebut sejalan dengan pernyataan saksi PS bahwa tidak pernah dilakukan metode cut-loss sebagai penyelesaian penanganan investasi bermasalah karena dapat menyebabkan kerugian nyata secara langsung.
PS juga menyatakan bahwa tidak ada keuntungan yang diterimanya sebagai imbalan dari transaksi ini sebagaimana dituduhkan dalam Surat Dakwaan.
Selain itu, diketahui saksi GPW yang merupakan Kepala Divisi Manajemen Resiko Taspen, memberikan keterangan terkait kebijakan investasi tidak berdasarkan kompetensinya sehingga dinilai dapat menyesatkan alur fakta dalam persidangan.
Kuasa hukum Ekiawan, mantan Direktur Utama PT IIM, Bryan Roberto Mahulae mengatakan berdasar fakta persidangan hari ini, sudah sepatutnya majelis yakin bahwa salah satu inti delik yaitu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak terpenuhi atas ketiadaan kerugian negara dalam perkara ini.
"Unsur kerugian negara atau perekonomian tidak terpenuhi sebagaimana pernyataan saksi Patar Sitanggang yang pada saat menjabat sebagai Direktur Keuangan tidak pernah mencatatkan kerugian senilai 1 Triliun yang dibukukan dalam Laporan Keuangan Taspen serta pernyataan saksi Ermanza, Direktur Operasional Taspen yang menyatakan pada Januari 2019 s.d. 2020 tidak pernah ada kegagalan pembayaran klaim para peserta program THT, JKK, dan JKM yang dikelola Taspen" ujar Bryan.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Senin, 28 Juli 2025, dengann agenda pemeriksaan lanjutan terhadap saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum.