Kejagung Bantah Wilmar Group, Tegaskan Sitaan Rp 11,8 Triliun Bukan Uang Jaminan

Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah pernyataan PT Wilmar Group yang dirilis pada hari Rabu (18/6) kemarin terkait penyitaan uang Rp 11,8 triliun. Perusahaan itu mengatakan menempatkan uang Rp 11,8 triliun tersebut ke dalam dana jaminan.
Korps Adhyaksa menegaskan menegaskan uang Rp 11,8 triliun yang disita dari PT Wilmar Group terkait dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) bukan uang jaminan.
"Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara, tidak ada istilah dana jaminan. Yang ada uang yang disita sebagai barang bukti atau uang pengembalian kerugian keuangan negara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jakarta, dikutip Jumat (20/6).
Kapuspenkum menegaskan penyitaan uang Rp 11,8 triliun sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan. Menurut dia, uang sitaan itu bisa menjadi bahan pertimbangan dalam putusan perkara yang menyeret Wilmar Group di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA)
"Kami juga menyitanya sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan jaksa penuntut umum (JPU) sudah memasukkan tambahan memori kasasi terkait dengan penyitaan uang tersebut," tandas Harli, dikutip Antara.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung menyita uang Rp 11,8 triliun dari tersangka korporasi PT Wilmar Group dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan produk turunannya pada tahun 2022.
Uang triliunan rupiah tersebut disita dari lima anak perusahaan PT Wilmar Group, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. (*)