Dongkrak Penerimaan, Sri Mulyani Targetkan Defisit Anggaran 2,48 Persen di RAPBN 2026

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah telah menargetkan defisit anggaran sebesar 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Menkeu menambahkan, target defisit anggaran itu dipatok seiring dengan target pendapatan negara, yang dipatok tumbuh 9,8 persen dari outlook APBN 2025.

"Kalau kita lihat postur di RAPBN 2026, pendapatan negara secara headline tumbuhnya 9,8 persen mencapai Rp 3.147,7 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers 'RAPBN & Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026', di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026

Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026

Dia mengatakan, dorongan atas pertumbuhan tersebut berasal dari aspek penerimaan pajak, yang ditargetkan juga akan tumbuh 13,5 persen menjadi Rp 2.357,7 triliun. Hal itu seiring dengan penerimaan kepabeanan dan cukai yang juga ditargetkan tumbuh 7,7 persen menjadi Rp 33,43 triliun.

Karenanya, Sri Mulyani menekankan bahwa penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 telah ditetapkan sebesar Rp 2.692 triliun, atau tumbuh sekitar 12,8 persen.

Lain halnya dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang ditargetkan Sri Mulyani tumbuh hingga sebesar Rp 455 triliun, atau terkoreksi 4,7 persen dari outlook 2025. "Karena PNBP sekarang permanen tidak lagi mendapatkan dividen," ujar Menkeu.

Sementara untuk belanja negara, Sri Mulyani menargetkannya hingga sebesar Rp 3.786,5 triliun atau tumbuh 7,3 persen dari outlook 2025. Kemudian untuk belanja pemerintah pusat (BPP) ditetapkan sebesar Rp 3.136,5 triliun atau tumbuh 17,8 persen.

Konferensi pers RAPBN & Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026

Konferensi pers RAPBN & Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026

Rinciannya yakni belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 1.498,3 triliun atau tumbuh 17,5 persen, dan belanja non-K/L sebesar Rp 1.638,2 triliun atau tumbuh 18 persen.

Kenaikan itu diakui Menkeu disebabkan oleh belanja dari 8 program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Antara lain yakni ketahanan pangan, ketahanan energi, makan bergizi gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, pembangunan desa, koperasi, dan UMKM, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global.

"MBG saja naik Rp 330 triliun. Jadi,l memang kenaikan belanja untuk beberapa prioritas pemerintah cukup besar," ujarnya.