Toyota Sebut Relaksasi PPnBM Bisa Dongkrak Penerimaan Negara

Industri otomotif nasional kembali menyerukan pentingnya relaksasi pajak demi mendorong pertumbuhan pasar, terutama di segmen kendaraan konvensional yang masih menjadi tulang punggung konsumsi masyarakat.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menyatakan bahwa insentif perpajakan terbukti bukan hanya menggerakkan industri, tetapi juga berdampak positif terhadap penerimaan negara.
“Waktu dikasih relaksasi, toh revenue pemerintah naik. Relaksasi PPnBM tidak menyebabkan income pemerintah turun, tapi justru naik,” ujar Bob saat ditemui di sela GIIAS 2025, belum lama ini.
Booth Toyota di IIMS 2024
Selama ini, kendaraan elektrifikasi seperti EV dan hybrid banyak menikmati fasilitas insentif dan subsidi. Namun menurut Bob, kendaraan konvensional, yang masih dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah, seharusnya juga mendapatkan perhatian.
“Mobil konvensional itu kan kadang-kadang dikonsumsi oleh masyarakat bawah. Masyarakat bawah juga harus dikasih relaksasi. Karena mobil itu bukan barang mewah bagi mereka. Kadang-kadang malah barang operasional, kadang-kadang jadi sumber penghasilan,” ucap Bob.
Salah satu bentuk insentif yang dinilai efektif adalah relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) seperti yang pernah diterapkan saat pandemi COVID-19. Skema ini terbukti memberikan dampak ekonomi yang luas, baik bagi industri maupun negara.
Produksi Toyota Yaris Cross di pabrik TMMIN. Ilustrasi kelebihan produksi massal dan kekurangan produksi massal.
“Relaksasi positif lah. Bentuknya pengurangan pajak. Tapi nanti jangan lupa, kalau volumenya naik, dia akan mengerek pajak juga,” kata dia.
Ia mencontohkan skema subsidi kendaraan hybrid yang diberlakukan tahun ini. Pemerintah mengalokasikan subsidi sekitar Rp 800 miliar, namun hasilnya sangat signifikan bagi pendapatan negara.
“Untuk hybrid, subsidi dari pemerintah kurang lebih Rp 800 miliar, tapi bisa mengerek penerimaan pajak Rp 2,2 triliun. Jadi tetap positif walaupun diberi subsidi,” ujarnya.
Melalui pernyataan ini, Bob Azam menekankan perlunya kebijakan fiskal yang seimbang agar transformasi industri berjalan lancar tanpa meninggalkan konsumen kendaraan konvensional.
Ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada elektrifikasi, tetapi juga memberikan ruang dukungan bagi pasar kendaraan bermesin bakar yang masih dominan.
Dengan relaksasi yang tepat sasaran, industri otomotif diyakini bisa tumbuh inklusif sekaligus meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.