Legenda dan Sejarah Kabupaten Situbondo, dari Pangeran Aryo Gajah hingga Karesidenan Besuki

Kabupaten Situbondo di Jawa Timur memiliki sejarah panjang yang lekat dengan legenda dan pengaruh kolonialisme.
Nama Situbondo sendiri diyakini berasal dari dua versi berbeda. Pertama, merujuk pada sosok Pangeran Aryo Gajah Situbondo atau dikenal sebagai Pangeran Situbondo, seorang ksatria dari Madura.
Kedua, berasal dari kata siti (tanah) dan bondo (ikat), yang diartikan sebagai keyakinan bahwa pendatang yang datang ke wilayah ini akan “terikat” untuk menetap.
Legenda Pangeran Situbondo
Menurut kisah turun-temurun, Pangeran Situbondo berasal dari Madura dan berniat melamar Putri Adipati Surabaya yang terkenal cantik.
Namun, lamarannya ditolak secara halus. Sang adipati memberi syarat agar Pangeran Situbondo membabat hutan di sebelah timur Surabaya. Persyaratan itu sejatinya hanya akal-akalan untuk menyingkirkannya.
Kesempatan tersebut muncul ketika Joko Taruno, keponakan Adipati Surabaya, juga ingin meminang sang putri.
Adipati pun memberi syarat agar Joko Taruno mengalahkan Pangeran Situbondo lebih dulu. Pertarungan pun terjadi, tetapi Joko Taruno kalah.
Meski demikian, ia tidak terbunuh dan kemudian mengadakan sayembara: “Barang siapa bisa mengalahkan Pangeran Situbondo akan mendapatkan hadiah separuh kekayaannya.”
Sayembara itu diikuti oleh Joko Jumput, putra Mbok Rondo Prabankenco. Dalam duel sengit, Joko Jumput berhasil mengalahkan Pangeran Situbondo.
Sang pangeran dikisahkan terpental jauh ke arah timur hingga wilayah yang kini menjadi Kabupaten Situbondo.
Keberadaannya hanya ditandai dengan ditemukannya odheng (ikat kepala) di Kelurahan Patokan, yang sekarang menjadi pusat pemerintahan Situbondo.
Sementara itu, di Surabaya, kemenangan Joko Jumput sempat diklaim oleh Joko Taruno.
Namun saat keduanya diadu kembali, Joko Taruno mendapat kutukan dan berubah menjadi patung “Joko Dolog” karena kebohongannya.
Sejarah Kabupaten Situbondo dan Karesidenan Besuki
Lanskap Pantai Pasir Putih Situbondo dengan latar belakang pegunungan.
Secara administratif, sejarah Kabupaten Situbondo tidak terlepas dari Karesidenan Besuki. Pembuka wilayah ini adalah Ki Pateh Abs sekitar tahun 1700, sebelum kemudian diserahkan kepada Tumenggung Joyo Lelono.Pada 1743, Belanda berhasil menguasai Pulau Jawa, termasuk wilayah Besuki.
Bahkan pada 1798, karena krisis keuangan, Belanda sempat menyewakan Pulau Jawa kepada orang-orang China. Situasi berubah ketika Inggris di bawah Thomas Stamford Raffles mengambil alih kekuasaan antara 1811–1816, meski akhirnya Belanda kembali berkuasa.
Pada 1820, Belanda mengangkat Raden Noto Kusumo, putra Pangeran Sumenep Madura, sebagai Residen pertama Karesidenan Besuki dengan gelar Raden Tumenggung Prawirodiningrat I.
Pada masa pemerintahannya, sejumlah pembangunan penting dilakukan, termasuk pembangunan Dam Air Pintu Lima di Desa Kotakan, Situbondo.
Penerusnya, Raden Prawirodiningrat II, berkontribusi besar dalam mendirikan pabrik gula, antara lain PG Demas, PG Wringinanom, PG Panji, dan PG Olean. Atas jasanya, ia mendapat penghargaan berupa “Kalung Emas Bandul Singa” dari Belanda.
Perubahan Nama Kabupaten Panarukan menjadi Situbondo
Pada awalnya, wilayah ini bernama Kabupaten Panarukan dengan ibu kota Situbondo.
Nama Panarukan dikenal luas karena proyek jalan Anyer-Panarukan atau Jalan Daendels yang dibangun dengan kerja paksa pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808–1811).
Namun, pada masa Bupati Achmad Tahir sekitar tahun 1972, nama Kabupaten Panarukan resmi diubah menjadi Kabupaten Situbondo.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1972 tentang Perubahan Nama dan Pemindahan Kedudukan Pemerintah Daerah.
Pengaruh kolonial Belanda terhadap Situbondo tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga politik dan sosial.
Pada masa VOC, tanah di Situbondo disewakan kepada keluarga pedagang China seperti keluarga Tan dan Han yang berhubungan dekat dengan pimpinan VOC di Semarang, Hendrik Breton.
Di bidang sosial, pemerintah kolonial membentuk Pengadilan Agama Situbondo pada 1882 berdasarkan keputusan kerajaan Belanda.
Hal ini menunjukkan campur tangan kolonial dalam aspek hukum dan kehidupan masyarakat
Dengan sejarah panjang sejak masa Pangeran Situbondo, era kolonial Belanda, hingga pembangunan modern, Situbondo dikenal sebagai kabupaten dengan warisan budaya, sejarah, dan potensi ekonomi yang terus berkembang.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!