Polisi Tembak Polisi di Kantor Polres, AKP Dadang Dituntut Hukuman Mati

AKP Dadang Iskandar jalani sidang di Pengadilan Negeri Padang
AKP Dadang Iskandar jalani sidang di Pengadilan Negeri Padang

 Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Sumatera Barat, kembali menggelar sidang kasus penembakan yang melibatkan aparat kepolisian. Dalam persidangan yang berlangsung Selasa (26/8/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kepala Bagian Operasional (Kabagops) Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, dengan hukuman mati.

Tuntutan itu dijatuhkan atas kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap rekannya sendiri, Kasatreskrim Polres Solsel AKP Ryanto Ulil Anshari, yang kini dianugerahi pangkat anumerta menjadi Kompol.

“Menuntut perbuatan terdakwa dengan hukuman mati sebagaimana tercantum dalam dakwaan kesatu primer dan kedua primer,” kata JPU Moch Taufik Yanuarsah Cs dalam tuntutannya di ruang sidang.

AKP Dadang Iskandar saat menyerahkan diri ke Mapolda Sumbar

AKP Dadang Iskandar saat menyerahkan diri ke Mapolda Sumbar

Jaksa menyebutkan, dakwaan kesatu primer yang dikenakan terhadap terdakwa adalah **Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana**, sementara dakwaan kedua primer adalah **Pasal 340 juncto 53 KUHPidana**.

Dalam sidang tersebut, Dadang hadir dengan mengenakan kemeja hitam dan peci abu-abu. Tim JPU yang menangani perkara ini merupakan gabungan dari Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi Sumbar, serta Kejaksaan Negeri Solok Selatan. Mereka meminta majelis hakim menjatuhkan putusan yang sama dengan tuntutan mereka.

Kasus penembakan ini terjadi pada November 2024 di Kantor Polres Solok Selatan. Dalam sidang sebelumnya, Dadang mengaku perbuatannya dipicu oleh emosi yang tidak terkendali.

“Saya melakukan perbuatan (menembak korban) karena emosi membludak yang membuat saya tidak tahu diri, saya khilaf,” ungkap Dadang dalam persidangan pada Kamis (7/8/2025)

AKP Dadang Iskandar

AKP Dadang Iskandar

.

Ia menjelaskan, emosinya tersulut saat mendatangi korban dengan maksud meminta solusi terkait sopir pengangkut pasir yang ditangkap Satreskrim karena dugaan tambang ilegal. Namun, menurut pengakuannya, korban tidak merespons ajakan bicara maupun bersalaman.

“Saya waktu itu mengatakan apakah tidak ada solusi yang bisa dicarikan, namun beliau (Kasatreskrim) tetap sibuk dengan handphonenya,” terang terdakwa.

Merasa tidak diladeni, Dadang kemudian mengeluarkan senjata api. Dari jarak sekitar dua meter, ia menembakkan peluru ke kepala korban.

“Usai tembakan pertama, saya kemudian melepaskan tembakan kedua karena menyangka korban hendak mengambil senjata api miliknya,” jelas Dadang.

Setelah menembak korban, terdakwa juga membenarkan bahwa dirinya sempat melepaskan tembakan ke arah rumah dinas Kapolres Solsel. Meski demikian, ia mengaku tidak bisa mengingat berapa kali tembakan dilepaskan.

Menanggapi tuntutan pidana mati dari JPU, pihak terdakwa yang didampingi penasihat hukum Mahmud Syaukat menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. (ANTARA)