Mengapa Empati Penting bagi Wakil Rakyat? Ini Penjelasan Psikolog

Empati kerap disebut sebagai salah satu kualitas penting yang harus dimiliki wakil rakyat.
Namun dalam praktiknya, banyak masyarakat menilai para pejabat dan legislator justru kurang berempati pada kesulitan rakyat.
Psikolog Klinis Yustinus Joko Dwi Nugroho, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa fenomena ini bisa terjadi karena sejumlah faktor sosial, psikologis, maupun struktural.
"Saya mencoba melihat dari banyak sisi, ada beberapa hal yang membuat mereka kurang berempati terhadap rakyat, misalnya jarak sosial dan ekonomi," ujar Psikolog Joko, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/8/2025).
Faktor yang mengikis empati wakil rakyat
Perbedaan sosial-ekonomi dengan rakyat
Menurut Psikolog Joko, salah satu hal yang membuat wakil rakyat terkesan jauh dari empati adalah perbedaan kondisi sosial-ekonomi.
“Banyak wakil rakyat hidup dalam situasi yang relatif lebih baik dibandingkan masyarakat kebanyakan. Jika mereka mulai dari bawah, bisa jadi mereka masih bisa merasakan dan berempati,” jelas Psikolog Joko.
Faktor birokrasi dan formalitas jabatan
Selain itu, sistem birokrasi dan formalitas jabatan juga berpotensi membuat pejabat terjebak dalam rutinitas administratif.
alih mendengar aspirasi rakyat secara langsung, mereka bisa lebih sibuk dengan protokol dan status formal. Misalnya, status formal seperti wakil rakyat harus memiliki mobil (dengan spesifikasi tertentu) dan sebagainya.
Akibatnya, mereka jadi lebih melihat segala sesuatu secara "objektif" menurut standar jabatan atau aturan, bukan berdasarkan empati pada manusia yang terlibat.
"Nah, mereka punya standar sendiri, itu juga bisa membuat mereka kurang berempati. Kalau diteruskan, orientasi semacam itu bisa membuka jalan ke perilaku menyimpang, misalnya korupsi," ungkap Psikolog Joko.
Kepentingan politik dan kekuasaan
Psikolog Joko menambahkan, faktor lain seperti privilege, kepentingan politik, hingga budaya di lingkar kekuasaan bisa turut memengaruhi.
Ia pun menyoroti fenomena pejabat joget-joget yang belakangan dinilai oleh masyarakat tidak berempati terhadap kondisi rakyat.
"Misalnya, kepentingan bersama, kemudian kalau dari diri orang tersebut, dia modelnya orang tidak enakan, kalau yang lain joget-joget maka dia juga merasa harus joget-joget karena tidak enak, gitu kan. Jadi ikut-ikutan," jelas Psikolog Joko.
"Ya, jadi ada privilege juga. Tentu mereka mendapatkan privilege dibandingkan dengan rakyat. Sehingga mereka (berpikir) daripada hilang privilege, hilang kehormatan (mending ikut-ikutan)," sambung Psikolog Joko.
Pentingnya kepercayaan publik terhadap wakil rakyat
Meski begitu, Psikolog Joko menekankan bahwa masyarakat sebaiknya tidak hanya melihat sisi negatif semata.
Menurutnya, ada pula wakil rakyat yang berusaha bekerja dengan tulus.
“Sering kali kita hanya melihat cuplikan yang viral di media sosial. Ingat, potongan video bisa menimbulkan kesan seolah-olah itu kebenaran mutlak. Padahal konteks yang utuh bisa berbeda,” tegas Psikolog Joko.
Ia mengingatkan, kepercayaan masyarakat bisa tumbuh jika wakil rakyat menghadirkan produk kebijakan yang nyata terasa manfaatnya.
“Kalau rakyat bisa merasakan langsung, meskipun pejabat itu punya privilege, mereka tetap bisa dinilai positif,” tambahnya.
Belajar melihat secara objektif
Psikolog Joko juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menilai wakil rakyat.
Alih-alih terjebak pada framing media sosial, ia menyarankan agar publik melakukan cek dan ricek informasi, melihat konteks secara lebih menyeluruh, dan bersikap objektif.
“Jangan sampai persepsi kita hanya dibentuk dari potongan berita atau komentar warganet. Kita perlu belajar melihat sesuatu secara utuh,” kata Joko.
Dengan demikian, wakil rakyat dituntut untuk meningkatkan empati, sementara masyarakat juga perlu mengembangkan cara pandang yang objektif.
Keseimbangan ini, menurut Psikolog Joko, menjadi kunci untuk memperkuat hubungan antara rakyat dan para pemimpin mereka.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!