Saatnya Pejabat Hentikan Pamer Harta di Media Sosia, Tidak Tepat Secara Moral dan Etika

Menteri Dalam Negeri Tito telah memerintahkan pejabat dan kepala-kepala daerah agar menerapkan gaya hidup sederhana dan tidak memamerkan kemewahan.
Selain itu, menunda pelaksanaan semua jenis kegiatan yang bersifat seremonial, yang dapat menimbulkan kesan pemborosan dalam situasi sosial yang sedang kurang baik karena banyak warga menghadapi kesulitan ekonomi.
Psikolog keluarga lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Sani B. Hermawan S.Psi. menekankan bahwa para pejabat publik semestinya lebih bijak dalam menggunakan platform media sosial.
"Pejabat publik itu mestinya bijak dalam bermedia sosial, termasuk dalam hal ini membatasi diri untuk tidak pamer harta," kata Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani.
Dilansir Antara, para pejabat publik yang gajinya berasal dari uang rakyat seharusnya tidak menggunakan media sosial untuk memamerkan kekayaan seperti orang-orang yang ingin mendapat validasi atau meningkatkan status sosial dengan apa yang mereka miliki.
Tindakan pejabat publik yang demikian, tidak tepat secara moral maupun etika, tidak proper, tidak empati.
"Tentunya hal ini akan memberikan rasa kecemburuan, rasa ketidakpedulian dengan keadaan masyarakat. Pejabat publik ini memiliki nalar untuk berpikir arahnya ke sana, harus tahu juga apa konsekuensinya," kata dia.
Ia mengatakan, alih-alih menggunakannya untuk memamerkan harta, pejabat publik bisa menggunakan platform media sosial untuk membagikan kegiatan sosial dan kegiatan positif lain untuk menunjukkan peran dan kapasitasnya kepada publik.
"Jadi, balik lagi, mereka tidak pamer harta. Kalau pamer kehidupan, kegiatan sosial boleh aja, malah bagus untuk mempromosikan dirinya," katanya. (*)