Stok Melimpah Namun Harga Melambung Jadi Pertanda Masalah Serius, Pemerintah Diminta Waspadai Spekulasi dan Kartel Beras

Anggota Komisi IV DPR RI, Sonny T. Danaparamita, menyoroti anomali harga beras di Indonesia. Ia mempertanyakan mengapa harga beras di pasaran tetap tinggi, padahal stok cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat melimpah.
"Mengapa harga beras di pasar tetap tinggi, padahal stok CBP mencapai ±3,9–4 juta ton? Tentu bukan prestasi jika stok melimpah namun masyarakat kesulitan membeli beras dengan harga terjangkau,” ujar Sonny.
Data per 24 Agustus 2025 menunjukkan total persediaan beras Bulog mencapai 3,92 juta ton, terdiri dari 3,91 juta ton CBP dan 8.950 ton stok komersial.
Namun, kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Bapanas No. 299/2025 belum mampu menstabilkan harga di pasar.
Menurut Sonny, pemerintah harus segera mengendalikan harga untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Ini menandakan ada masalah serius dalam distribusi dan pengelolaan stok,” kata legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur III.
Ia mengidentifikasi beberapa penyebab kenaikan harga, termasuk distribusi yang tidak efisien, kendala pasokan lokal, serta perilaku pasar.
Sonny mendesak pemerintah dan Bulog untuk segera menyalurkan beras dari gudang ke pasar secara cepat dan tepat sasaran.
"Lambatnya distribusi beras ke daerah-daerah adalah persoalan yang harus segera diselesaikan,” tegasnya.
Selain itu, ia meminta agar beras lama segera dikeluarkan dari gudang Bulog menggunakan prinsip first in, first out (FIFO) untuk mencegah penurunan mutu dan kerugian negara.
"Beras impor yang masih layak konsumsi harus segera dikeluarkan agar negara tidak menanggung kerugian,” tambahnya.
Sonny juga menyoroti disparitas harga beras yang signifikan antar daerah, terutama di Indonesia timur.
Menurutnya, tingginya biaya transportasi tidak seharusnya membuat harga di Papua dan Maluku menjadi dua kali lipat dibandingkan di Pulau Jawa.
Ia juga memperingatkan pemerintah, Bulog, dan aparat penegak hukum untuk mengantisipasi praktik spekulasi, penimbunan, atau kartel yang mempermainkan harga dan membuka peluang impor.