Konflik Timur Tengah Berkepanjangan Ancam Harga Minyak Mentah, Pemerintah Diminta Siapkan Skenario

Ketua Komisi XI DPR RI, Muhammad Misbakhun, menyoroti potensi gejolak harga minyak global akibat eskalasi konflik antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat.
Ia menegaskan perlunya langkah antisipasi pemerintah agar Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) tidak melampaui asumsi APBN 2025 sebesar $82 per barel. Hal ini krusial untuk menjaga stabilitas subsidi energi dan fiskal nasional.
Misbakhun menjelaskan bahwa asumsi ICP dalam APBN 2025 adalah 82 dolar per barel. Saat ini, harga minyak masih berada di kisaran 75-79 dolar per barel, yang berarti dalam kondisi aman.
"Artinya, dari sisi harga, kita masih sangat aman. Namun jika konflik terus berlanjut dan harga melampaui batas asumsi, maka kita harus bersiap dengan skenario pengurangan subsidi BBM dan skema kompensasi bagi masyarakat miskin,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Senin (30/6).
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini mencapai 4,87%, sedikit di bawah target APBN 2025 sebesar 5,2%. Penurunan ini terjadi bahkan sebelum konflik Iran-Israel memanas, sebagian dipengaruhi oleh ketidakpastian global seperti dampak kebijakan dagang Amerika Serikat ("Trump 2.0"). Misbakhun, politisi Partai Golkar, menegaskan pentingnya antisipasi dini terhadap risiko fiskal dan inflasi.
Hingga saat ini, pendapatan negara dari sektor perpajakan maupun non-pajak masih stabil, dan pemerintah belum perlu melakukan pembiayaan baru selama harga ICP terkendali.
Namun, lonjakan harga minyak global dapat secara signifikan meningkatkan inflasi dan tekanan fiskal. Misbakhun menjelaskan, jika ICP melampaui 82 dolar dan mencapai 90 atau 100 dolar, skenario risiko harus dijalankan, termasuk kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 10%, yang akan berdampak pada inflasi dan beban subsidi.
Berdasarkan simulasi dengan analis ekonomi, termasuk dari Bank Mandiri, pemerintah dinilai masih memiliki ruang fiskal yang cukup untuk merespons fluktuasi harga minyak. Bahkan jika ICP naik hingga $100 per barel, inflasi diprediksi tetap dalam batas aman, sekitar 2,70% (naik 0,32 basis poin).
Misbakhun menekankan bahwa ini adalah dasar penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan fiskal dan sosial. Jika subsidi BBM dikurangi, kompensasi bagi kelompok rentan dan masyarakat miskin mutlak disiapkan untuk menjaga daya beli.
"Jika subsidi BBM dikurangi, maka kompensasi bagi kelompok rentan dan masyarakat di garis kemiskinan mutlak disiapkan agar daya beli tidak tergerus,” tegasnya.
Lulusan Universitas Trisakti ini menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga dalam menyusun strategi fiskal yang adaptif dan bertanggung jawab di tengah ketidakpastian geopolitik global. Ia juga menekankan bahwa skenario yang telah disiapkan perlu dikomunikasikan dengan baik kepada publik dan pasar demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.