Tidak Sehat, Perang Harga Mobil China Ancam Stabilitas Industri Otomotif

Perang harga di industri otomotif China kembali memanas pasca-BYD memangkas harga atas beberapa produknya, membuat saham otomotif anjlok dan menimbulkan kekhawatiran pada stabilitas atau keseimbangan pasar.
Harga model termurah BYD, Seagull, kini turun drastis menjadi 55.800 yuan atau sekitar Rp 125 juta, dari sebelumnya hampir menyentuh angka Rp 140 jutaan. Diskon tersebut berlaku untuk lebih dari selusin model dan memicu reaksi keras dari pelaku industri.
Dikutip Reuters, Managing Director Sino Auto Insights, Tu Le menyebut langkah BYD menjadi penanda bahwa tensi kompetisi telah mencapai titik kritis.
NETA Dorong Percepatan Elektrifikasi Lewat 10 Jaringan Dealer Baru.
“Ini bisa menjadi domino pertama yang akhirnya akan menekan pemain yang lebih lemah, perusahaan rintisan seperti Neta dan Polestar yang telah goyah," kata dia.
Tidak hanya investor yang cemas, petinggi industri pun mulai angkat suara. Wei Jianjun, Chairman Great Wall Motors, memperingatkan bahwa sektor otomotif China kini dalam kondisi tidak sehat, dengan tekanan harga yang terus menekan margin keuntungan pabrikan dan pemasok.
“Sekarang, Evergrande di industri otomotif sudah ada, tetapi belum runtuh,” katanya.
Dilaporkan pula bahwa otoritas perdagangan Tiongkok tengah menyelidiki praktik menjual mobil 'bekas baru' alias mobil tanpa kilometer tempuh tapi dijual sebagai unit second. Cara ini diduga digunakan oleh diler dan produsen demi memenuhi target penjualan yang agresif.
Akibat kondisi ini, saham BYD di bursa Hong Kong merosot 8,6 persen pada perdagangan Senin (26/5/2025). Saham Geely Auto turun 9,5 persen, sementara Nio dan Leapmotor juga ikut tertekan, masing-masing anjlok antara 3 persen hingga 8,5 persen.
Pada PEVS 2025, booth BYD dan DENZA menempati satu area seluas 800 m² yang terintegrasi di Hall B3, booth A5.
Tak bisa dimungkiri, pasar otomotif China dalam satu dekade terakhir dibanjiri oleh startup kendaraan listrik. Namun, dari 169 produsen mobil yang saat ini aktif, lebih dari setengahnya menguasai kurang dari 0,1 persen pangsa pasar, menurut data Jato Dynamics.
Kondisi ini mengingatkan pada sejarah otomotif AS awal abad ke-20, ketika lebih dari 100 produsen berebut pasar sebelum akhirnya menyisakan beberapa pemain besar seperti Ford.
Menurut Tu Le, perang harga di China sudah berlangsung sekitar tiga tahun. Fitur-fitur canggih yang dulu menjadi nilai jual utama, seperti driver assistance system, kini justru dijadikan fitur standar dalam harga dasar.
Hal senada diungkapkan oleh pejabat China minggu lalu, yang memperingatkan bahwa persaingan ekstrem ini membuat sebagian produsen menjual mobil di bawah harga pokok, merusak ekosistem industri secara keseluruhan.
“Beberapa produk telah dikurangi dari 220.000 yuan menjadi 120.000 yuan dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Wei.
Ilustrasi mobil di China.
“Produk industri seperti apa yang dapat dikurangi hingga 100.000 yuan dan tetap memiliki jaminan kualitas?," lanjut dia.
Michael Dunne, konsultan otomotif China menyampaikan, meski konsolidasi pasar sudah lama diprediksi, kenyataannya industri ini justru terus berkembang.
“Untuk setiap korban, muncul Xiaomi atau Huawei baru yang akan memasuki arena," paparnya lagi.