Ini 7 Mitos Malam Satu Suro yang Masih Dipercaya Masyarakat Jawa, Apa Saja?

Malam Satu Suro, kebudayaan Jawa, malam Satu Suro, malam 1 Suro, malam satu suro, Malam 1 Suro, mitos malam 1 suro, Ini 7 Mitos Malam Satu Suro yang Masih Dipercaya Masyarakat Jawa, Apa Saja?, 1. Larangan Keluar Rumah di Malam Hari, 2. Dilarang Berbicara dan Berisik, 3. Tidak Boleh Menggelar Hajatan atau Pernikahan, 4. Ruwatan Membersihkan Diri dari Nasib Buruk, 5. Jamasan Pusaka untuk Menghilangkan Energi Negatif, 6. Larangan Mengucapkan Kata-Kata Kasar, 7. Dilarang Pindahan atau Membangun Rumah

Malam Satu Suro sering kali dipandang sebagai malam penuh nuansa mistis dan sakral dalam kebudayaan Jawa.

Pada tahun 2025, malam Satu Suro akan jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Tak seperti tahun baru Masehi yang identik dengan pesta, malam ini dirayakan dalam suasana tenang, hening, dan penuh perenungan.

Di balik ketenangan itu, berkembang pula berbagai mitos dan larangan yang dipercaya secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa.

Berbagai mitos tersebut tidak hanya berkaitan dengan aktivitas harian, tetapi juga menyentuh ranah spiritual dan sosial, dari larangan keluar rumah hingga larangan menikah.

Meski tak semua masyarakat Jawa mempercayainya secara harfiah, mitos ini tetap hidup dalam kesadaran kolektif budaya.

Apa Saja Mitos Malam Satu Suro yang Berkembang di Masyarakat?

Berikut adalah tujuh mitos yang paling populer mengenai malam Satu Suro:

1. Larangan Keluar Rumah di Malam Hari

Salah satu mitos yang paling dikenal adalah larangan keluar rumah saat malam Satu Suro. Dikatakan bahwa gerbang gaib terbuka pada malam itu, memungkinkan makhluk halus dan roh leluhur berkeliaran.

Mereka yang keluar rumah diyakini berisiko diganggu atau bahkan "diculik" oleh makhluk gaib.

Dalam penelitian yang dimuat dalam Jurnal Komunikasi Makna Ritual Masyarakat Jawa (2024) oleh Galuh Kusuma Hapsari, disebutkan bahwa kepercayaan ini bermula dari upaya membangun ketenangan batin dan menghindari potensi bahaya spiritual.

"Pada malam Satu Suro, masyarakat percaya bahwa lebih baik berdiam diri di rumah terutama pada malam hari karena dipercaya akan mendatangkan kesialan atau hal negatif," tulis Galuh.

2. Dilarang Berbicara dan Berisik

Tradisi tapa bisu atau tidak berbicara sepanjang malam merupakan bagian penting dalam ritual Satu Suro.

Di Keraton Yogyakarta, hal ini diwujudkan dalam prosesi Mubeng Beteng—berjalan kaki mengelilingi benteng tanpa suara. Tapa bisu dipahami sebagai bentuk perenungan dan introspeksi diri secara mendalam.

3. Tidak Boleh Menggelar Hajatan atau Pernikahan

Masih banyak masyarakat Jawa yang meyakini bahwa menggelar hajatan, termasuk pernikahan, pada malam 1 Suro dapat membawa sial.

Bulan Suro dianggap sebagai “bulannya para leluhur,” sehingga kegiatan bersifat pesta dinilai kurang etis secara spiritual. Dalam filosofi Jawa, bulan ini diperuntukkan untuk kontemplasi, bukan perayaan.

4. Ruwatan Membersihkan Diri dari Nasib Buruk

Ruwatan adalah ritual pembersihan spiritual yang dilakukan pada malam Satu Suro. Tujuannya adalah membuang energi negatif yang mungkin menempel sepanjang tahun.

Ruwatan dianggap sebagai bentuk simbolik dari niat untuk mengawali tahun baru Jawa dengan langkah bersih dan hati tenang.

5. Jamasan Pusaka untuk Menghilangkan Energi Negatif

Malam Satu Suro, kebudayaan Jawa, malam Satu Suro, malam 1 Suro, malam satu suro, Malam 1 Suro, mitos malam 1 suro, Ini 7 Mitos Malam Satu Suro yang Masih Dipercaya Masyarakat Jawa, Apa Saja?, 1. Larangan Keluar Rumah di Malam Hari, 2. Dilarang Berbicara dan Berisik, 3. Tidak Boleh Menggelar Hajatan atau Pernikahan, 4. Ruwatan Membersihkan Diri dari Nasib Buruk, 5. Jamasan Pusaka untuk Menghilangkan Energi Negatif, 6. Larangan Mengucapkan Kata-Kata Kasar, 7. Dilarang Pindahan atau Membangun Rumah

Sejumlah keris yang akan dimandikan dalam proses jamasan di Museum Pusaka di TMII, Jakarta Timur, Kamis (21/11/2024).

Jamasan atau pencucian pusaka seperti keris, tombak, dan benda-benda bertuah lainnya dilakukan secara khidmat pada malam Satu Suro.

Ritual ini mencerminkan penghormatan terhadap leluhur dan pelestarian budaya. Pusaka dilihat bukan hanya sebagai benda sakti, melainkan simbol nilai dan sejarah.

6. Larangan Mengucapkan Kata-Kata Kasar

Dalam karya Galuh Kusuma Hapsari disebutkan bahwa berkata buruk, menghina, atau marah di malam Satu Suro diyakini bisa mendatangkan kesialan.

Ucapan buruk pada malam tersebut dianggap memiliki kekuatan magnetik yang bisa menjadi nyata. Oleh karena itu, malam ini dijadikan momen untuk menjaga tutur kata dan sikap.

"Ini juga dikaitkan dengan sebagian orang Jawa yang percaya keberadaan makhluk gaib di bulan Suro. Mereka akan keluar dan mencari manusia yang bertindak lalai dalam ingat dan waspada (eling lan waspada)," ujar Galuh.

7. Dilarang Pindahan atau Membangun Rumah

Pindah rumah atau memulai pembangunan tempat tinggal pada malam Satu Suro diyakini bisa mendatangkan kesialan.

Kepercayaan ini masih kuat, terutama di kalangan sesepuh yang memegang teguh adat. Secara spiritual, malam ini dianggap sebagai waktu untuk menetap, bukan memulai sesuatu yang besar.

Mengapa Mitos Ini Tetap Dipercaya?

Kepercayaan terhadap mitos-mitos malam Satu Suro tidak lepas dari filosofi hidup masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi harmoni antara manusia dan alam, serta antara dunia fisik dan spiritual.

Mitos bukan hanya dilihat sebagai larangan kosong, melainkan sebagai simbol moral, etika, dan cara menjaga keharmonisan hidup.

Meski tidak semua orang Jawa lagi mempercayainya secara harfiah, nilai-nilai yang terkandung dalam mitos ini tetap dihormati.

Malam Satu Suro pun tetap menjadi waktu yang dianggap penting untuk introspeksi, pembersihan diri, dan menjaga sikap dalam menghadapi tahun yang baru.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".