Sejarah dan Resep Bubur Suro, Sajian Khas Tahun Baru Islam Masyarakat Jawa

Setiap memasuki malam 1 Muharram atau 1 Suro, masyarakat Jawa memiliki tradisi yang dijalankan secara turun-temurun sebagai bentuk peringatan dan refleksi spiritual menyambut Tahun Baru Islam.
Salah satu tradisi yang masih lestari adalah menyajikan dan membagikan bubur Suro, sajian khas penuh makna yang menjadi simbol syukur dan doa keselamatan.
Perlu dipahami, bubur Suro bukanlah sesajen yang bersifat animistik. Bubur ini merupakan uba rampe atau perlambang untuk memaknai datangnya 1 Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah.
“Bubur Suro ini hanya menjadi syarat dengan lambang, dan karenanya harus dibaca, dilihat, dan ditafsirkan sebagai alat untuk memaknai Tahun Baru,” jelas pemerhati budaya Jawa, Arie Novanto dikutip dari Indonesia.go.id
Bubur Suro awalnya dibuat sebagai bagian dari peringatan hari pertama dalam kalender Jawa, yaitu bulan Sura atau Suro. Kalender ini pertama kali disusun oleh Sultan Agung, penguasa Mataram, yang saat itu menggabungkan sistem penanggalan Hijriah dan Jawa.
Menurut Arie Novan, bubur Suro memiliki nilai spiritual yang dalam, karena disajikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan rezeki yang telah diterima.
“Konon ini kan sudah ada sejak Sultan Agung bertahta di Jawa. Terlepas dari apapun itu, tentu bubur Suro ini merupakan refleksi dari masyarakat Jawa atas berkah dan rezeki yang diberikan Allah SWT kepada mereka,” tutur Arie.
Komposisi Bubur Suro dan Filosofinya
Bubur Suro dibuat dari beras yang dimasak bersama rempah-rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam, menjadikannya lebih gurih dari bubur biasa.
Setiap daerah memiliki ragam penyajian yang berbeda, namun umumnya bubur Suro disajikan dengan kuah santan kuning, tahu goreng, orek tempe atau teri, telur, dan kacang-kacangan.
Yang menarik, bubur ini harus mengandung tujuh jenis kacang, antara lain kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang mede, dan lainnya, yang melambangkan tujuh hari dalam sepekan.
Di atas bubur biasanya juga ditambahkan suwiran jeruk Bali dan buah delima, yang memberikan cita rasa asam serta makna simbolik.
“Menyantap bubur Suro dengan tujuh jenis kacang merupakan doa agar hidup diberkahi dan dilimpahi kelancaran setiap hari,” ungkap Arie.
Asal Usul dari Kisah Nabi Nuh
Selain berakar dari budaya Jawa, bubur Suro juga dikaitkan dengan kisah Nabi Nuh AS dalam kitab-kitab klasik Islam, seperti Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani).
Dalam cerita tersebut, Nabi Nuh bertanya kepada para sahabatnya di atas kapal apakah masih ada sisa makanan setelah 40 hari mengarungi banjir besar.
Para sahabat menjawab bahwa masih ada beberapa bahan seperti kacang poi, kacang adas, ba'ruz, tepung, dan kacang hinthon. Bahan-bahan itu kemudian dimasak bersamaan, menjadi cikal bakal makanan serupa bubur Suro yang dikenal saat ini.
Hingga kini, tradisi membagikan bubur Suro masih ditemukan di berbagai daerah seperti Madura, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan wilayah lain di Jawa Timur serta Jawa Tengah.
Bubur ini tak hanya disantap bersama keluarga, tetapi juga sering dibagikan secara massal di masjid-masjid sebagai bentuk sedekah dan berbagi rezeki.
“Sekarang tentu tidak hanya yang disebutkan tadi. Bubur Suro terkadang dibagikan secara massal di beberapa masjid di Pulau Jawa. Jadi bukan mistisnya saja yang orang awam tahu, tapi sekarang juga menjadi bentuk berbagi rezeki kepada yang membutuhkan, saya kira itu,” tambah Arie.
Resep Bubur Suro Tradisional
Ilustrasi bubur suro
Berikut resep bubur Suro untuk delapan porsi dengan waktu pembuatan sekitar 45 menit, dikutip dari Sajian sedap.Bahan Bubur:
350 gram beras, cuci bersih
2.000 ml santan encer (dari sisa perasan santan)
500 ml santan kental (dari 1,5 butir kelapa)
2 ½ sendok teh garam
6 lembar daun salam
2 batang serai, memarkan
Bahan Kuah:
2 paha ayam atas-bawah filet, potong kotak kecil
2 lembar daun salam
3 cm lengkuas, memarkan
2 cm jahe, memarkan
2 batang serai, memarkan
4 sendok teh garam
½ sendok teh merica bubuk
4 sendok teh gula pasir
1.500 ml santan (dari 1 butir kelapa)
2 sendok makan minyak (untuk menumis)
Bumbu Halus:
6 butir kemiri, sangrai
2 cm kunyit, bakar
1 sendok teh ketumbar, sangrai
10 butir bawang merah
3 siung bawang putih
½ sendok teh jintan
Bahan Pelengkap:
Perkedel kentang
Tahu goreng
Kacang kedelai goreng
Kerupuk bawang
Bawang goreng untuk taburan
Cara Membuat:
1. Rebus beras dan santan encer sampai mendidih, kecilkan api.
2. Masukkan daun salam, garam, santan kental, dan serai. Aduk sampai menjadi bubur. Sisihkan.
3. Untuk kuah: Tumis bumbu halus bersama daun salam, lengkuas, jahe, dan serai hingga harum.
4. Tambahkan ayam, aduk hingga berubah warna.
5. Tuang santan, aduk rata. Masukkan garam, merica, dan gula pasir. Masak hingga matang.
6. Sajikan bubur dengan kuah dan bahan pelengkap.