Kenapa Malam 1 Suro Tidak Boleh Keluar Rumah? Ini Makna Filosofisnya Menurut Budayawan

Malam 1 Suro kerap dianggap sebagai waktu yang sakral dan penuh muatan spiritual dalam budaya Jawa.
Tradisi ini diperingati setiap 1 Muharam dalam kalender Hijriah dan sering diwarnai dengan berbagai larangan, salah satunya tidak keluar rumah pada malam tersebut.
Lantas, kenapa ada larangan keluar rumah saat malam satu suro dan apa makna filosofis di baliknya?
Malam 1 Suro dan Makna Mistis dalam Tradisi Jawa
Menurut budayawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tunjung W. Sutirto, malam 1 Suro diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai momen berkumpulnya energi spiritual yang kuat.
Salah satu mitos yang masih dipercaya masyarakat adalah kemunculan lampor, yakni pasukan gaib pengikut Nyai Roro Kidul yang disebut melintas menuju keraton.
Atas alasan itulah, masyarakat Jawa kemudian dilarang keluar rumah saat malam satu Suro agar tidak terkena energi negatif dari makhluk halus.
“Masyarakat zaman dahulu menyebutnya lampor. Konon suaranya seperti angin besar. Karena itu, kemudian dimaknai ada rombongan pasukan Kanjeng Ratu Kidul lewat dan orang dianjurkan tetap di rumah agar tidak terkena dampak negatif,” kata Tunjung.
Fenomena alam seperti angin kencang yang sering terjadi pada bulan Suro turut memperkuat mitos ini di kalangan masyarakat pedesaan.
"Apalagi pada zaman dulu kan kondisi alamnya berbeda ya, masih banyak pepohonan tidak seperti sekarang, jadi angin kencang terasa seperti lampor, yang kemudian dimaknai oleh masyarakat sebagai rombongan pasukan Kanjeng Ratu Kidul yang melintas," tutur Tunjung menjelaskan.
Weton Tulang Wangi, Siapa Saja yang Tidak Boleh Keluar?
Larangan keluar rumah saat malam 1 Suro terutama ditujukan bagi mereka yang lahir dengan weton tulang wangi.
Weton ini diyakini memiliki kepekaan spiritual yang tinggi, sehingga lebih rentan terhadap gangguan dari makhluk halus.
“Karena, orang dengan weton tulang wangi ini punya kedekatan dengan makhluk halus atau astral, maka mereka yang memiliki weton itu bisa bersinggungan dengan roh-roh itu, sehingga bisa berdampak pada energi negatif yang terserap olehnya,” ujar Tunjung.
Daftar weton yang termasuk dalam kategori tulang wangi antara lain:
- Senin Kliwon
- Senin Wage
- Senin Pahing
- Selasa Legi
- Rabu Kliwon
- Rabu Pahing
- Kamis Wage
- Sabtu Wage
- Sabtu Legi
- Minggu Pon
- Minggu Kliwon
Larangan Keluar Rumah sebagai Bentuk Self-Cultivation
Kepala Pusat Unggulan Iptek Javanologi UNS, Sahid Teguh Widodo, menjelaskan bahwa larangan ini tidak sekadar mitos, tapi bagian dari proses self-cultivation dalam budaya Jawa.
Masyarakat Jawa meyakini bahwa awal tahun Islam adalah waktu yang tepat untuk refleksi dan pengendalian diri.
“Weton tulang wangi dan kepercayaan lain terhadap malam 1 Suro merupakan bentuk self-cultivation atau budidaya diri untuk menapaki sesuatu yang baru, dalam hal ini untuk menyambut tahun baru Islam,” kata Sahid.
Makna Modern Malam 1 Suro: Dari Mistis ke Refleksi
Meskipun larangan keluar rumah di malam 1 Suro masih dipercaya sebagian masyarakat, terutama di sekitar Keraton Surakarta dan daerah pedesaan, maknanya kini mulai bergeser.
Banyak orang mulai memahami malam ini sebagai waktu untuk kontemplasi, berbuat baik, atau berdoa.
Di balik larangan keluar rumah di malam satu Suro, tersemat makna filosofis kepada masyarakat agar memanfaatkan waktu untuk bertirakat dan berdoa menyambut tahun baru.
“Mitos seperti ini ada fungsinya, yakni menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Itu memperkuat integrasi sosial,” kata Tunjung.
“Tidak harus sakral secara mutlak. Yang penting nilai kebaikan dan refleksi tetap hidup,” pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan "Dikaitkan dengan Malam 1 Suro, Apa Itu Weton Tulang Wangi? Ini Penjelasan Budayawan".