Tempat-tempat Tirakat Malam 1 Suro di Jawa yang Sarat Nilai Sakral

Malam 1 Suro atau 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah merupakan momen sakral bagi masyarakat Jawa.
Bagi masyarakat tradisional, malam ini dipandang sebagai waktu untuk menyucikan diri, merenungi perjalanan hidup, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan.
Salah satu bentuk pelaksanaan laku spiritual tersebut adalah tirakat malam 1 Suro.
Tirakat menjadi bagian penting dalam tradisi Jawa untuk menyambut tahun baru Islam, sebagai bentuk introspeksi dan harapan akan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Makna Tirakat dalam Tradisi Jawa
Secara umum, tirakat dalam budaya Jawa adalah bentuk laku batin yang dilakukan dengan membatasi atau meninggalkan kesenangan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Julie Indah Rini dalam bukunya Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa menyebutkan bahwa masyarakat Jawa tradisional sangat menyukai laku kebatinan yang diwujudkan dalam bentuk tirakat.
Beberapa bentuk tirakat yang lazim dilakukan antara lain:
- Puasa mutih, yaitu hanya makan nasi putih dan air putih.
- Puasa ngebleng, yakni tidak makan, tidak minum, serta menyendiri dalam satu ruangan seharian.
- Puasa pati geni, yaitu berpuasa dalam kondisi gelap total, tanpa makan, minum, dan berbicara.
- Semedi di tempat-tempat yang dianggap keramat seperti gunung, sungai, atau makam leluhur.
Saat menjalankan tirakat, seseorang akan berusaha menjaga pikirannya tetap baik, menghindari perkataan dan perbuatan kotor, serta mengurangi tidur—hanya tidur sekali sehari setelah pukul 00.00 dan bangun sebelum matahari terbit.
Pola makan pun diatur: lebih banyak mengonsumsi sayur, buah, sedikit nasi, air putih, dan pantang makan daging.
Tempat-tempat Tirakat di Jawa yang Sarat Nilai Sakral
Berbagai lokasi sakral di Pulau Jawa kerap dipilih masyarakat untuk menjalani tirakat malam 1 Suro. Tempat-tempat ini memiliki nilai magis, sejarah, dan spiritual yang kuat dalam kebudayaan Jawa.
1. Puncak Sanga Likur, Kudus
Terletak di Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Puncak Sanga Likur berada pada ketinggian 1.522 meter di atas permukaan laut. Dari Dukuh Semliro, peziarah harus berjalan kaki selama dua jam untuk sampai ke puncak.
Di puncak seluas 10x12 meter itu terdapat empat arca batu besar: Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Hingga kini, belum ada yang bisa memastikan bagaimana arca-arca tersebut bisa dibawa ke puncak mengingat medan yang berat.
Terdapat pula enam tempat pemujaan di sekitar lokasi, dinamai berdasarkan tokoh pewayangan: Bambang Sakri, Abiyoso, Jongkring Saloko, Sekutrem, Pandu Dewonoto, dan Kamunoyoso.
2. Makam Sunan Kalijaga, Kadilangu
Kadilangu, di wilayah Demak, menjadi tempat tirakat yang sangat populer.
Kompleks makam Sunan Kalijaga kerap dipadati peziarah pada malam 1 Suro. Laku tirakat di sini dilakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Lewat tirakat itu, kehidupan mereka pada tahun-tahun mendatang diharapkan lebih baik, diberi kesehatan dan rezeki yang cukup,” tulis Julie Indah Rini.
3. Desa Guyangan, Sleman
Di Desa Guyangan, Kecamatan Nogotirto, Sleman, Yogyakarta, masyarakat menggelar tirakat dengan cara ngalap berkah. Mereka datang untuk mandi dan minum air dari sumur peninggalan Ki Demang Cokrodikromo yang dibuat tahun 1877.
Air sumur tersebut dipercaya membawa keberkahan, keselamatan, dan menjauhkan dari kesialan. Tak hanya itu, para peziarah juga mandi di Sungai Sipendok yang airnya sangat dingin. Mereka berendam sambil memegang lilin yang dinyalakan, dan baru naik dari sungai setelah lilin habis.
Guyangan juga dikenal sebagai tempat pertapaan keluarga Kerajaan Pengging, termasuk Jakatingkir, yang kelak menjadi Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang.
4. Gunung Sumbing dan Sindoro
Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, yang terletak di wilayah Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah, menjadi lokasi tirakat masyarakat setempat.
Mereka mendaki gunung-gunung tersebut yang memiliki ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut pada malam 1 Suro dan bermalam di puncak hingga matahari terbit.
Tradisi ini telah dilakukan secara turun-temurun selama ratusan tahun dan menjadi bagian penting dalam perayaan tahun baru Islam di pegunungan Jawa.
5. Gunung Merbabu
Penduduk di lereng utara Gunung Merbabu menggelar sedekah tradisional yang kemudian dilanjutkan dengan tirakat di sekitar kawah gunung. Gunung ini dikenal sakral dan menjadi tempat bertapa raja dan bangsawan Jawa pada masa silam.
6. Gunung Merapi
Gunung Merapi, gunung berapi aktif yang sangat erat kaitannya dengan Keraton Yogyakarta, juga menjadi lokasi tirakat malam 1 Suro. Salah satu tempat sakral di kawasan ini adalah Gunung Wutoh, yang dipercaya sebagai pintu utama Keraton gaib Merapi.
Gunung Wutoh dijaga oleh sosok makhluk halus bernama Nyai Gadung Melati, yang diyakini sebagai penjaga flora dan fauna kawasan Merapi.
Masyarakat percaya bahwa tempat ini memiliki kekuatan spiritual yang tinggi dan dapat memberi perlindungan serta petunjuk hidup bagi siapa saja yang datang dengan niat baik.
Berbeda dari pesta dan euforia menyambut tahun baru masehi, tradisi Jawa dalam menyambut malam 1 Suro justru diisi dengan ketenangan, kesunyian, dan kontemplasi.
Lewat tirakat malam 1 Suro, masyarakat Jawa meyakini bahwa mereka dapat memulai tahun baru Islam dengan hati yang bersih dan pikiran jernih.