Sejarah Malam 1 Suro: Alasan Sultan Agung Mengganti Kalender Jawa

malam 1 Suro, Sultan Agung, Malam 1 Suro, Keraton Yogyakarta, Budaya Jawa, Keraton Surakarta, kirab kebo bule, tradisi 1 muharram, Sejarah Malam 1 Suro: Alasan Sultan Agung Mengganti Kalender Jawa

 Sejarah malam 1 Suro tidak bisa dilepaskan dari sosok Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Raja Mataram Islam itulah yang menetapkan sistem penanggalan Jawa berdasarkan kalender Hijriah pada Jumat Legi, bulan Jumadil Akhir 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.

Malam 1 Suro 2025 akan jatuh pada Kamis (26/6/2025) malam.

Tanggal 1 Suro sendiri akan berlangsung pada Jumat (27/6/2025) bertepatan dengan 1 Muharram 1447 Hijriah, atau awal tahun baru Islam. 

Sistem penanggalan yang semula dihitung berdasarkan tahun Saka dengan sistem peredaran matahari diubah mengikuti tahun Hijriah yang menganut sistem peredaran bulan.

Sejak penetapan sistem penanggalan Jawa tersebut, masyarakat Jawa merayakan 1 Suro sebagai pergantian tahun baru Jawa bersamaan dengan perayaan 1 Muharam atau awal tahun baru Islam.

Lantas apa alasan Sultan Agung menetapkan perubahan kalender?

Alasan Sultan Agung mengubah kalender Jawa

Dikutip (22/06/2025), alasan Sultan Agung mengubah kalender Jawa adalah mengintegrasikan nilai-nilai kejawen dengan syariat Islam.

Kerajaan Mataram Islam memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kebudayaan Jawa.

Oleh sebab itu, hingga saat ini malam 1 Suro masih dirayakan secara semarak oleh berbagai elemen masyarakat di wilayah Jawa.

Ritual malam 1 Suro

malam 1 Suro, Sultan Agung, Malam 1 Suro, Keraton Yogyakarta, Budaya Jawa, Keraton Surakarta, kirab kebo bule, tradisi 1 muharram, Sejarah Malam 1 Suro: Alasan Sultan Agung Mengganti Kalender Jawa

Kerbau Bule saat Kirab Pusaka Malam 1 Suro Keraton Surakarta, Minggu (7/7/2024).

Malam 1 Suro bukan hanya perayaan awal tahun, melainkan juga momen yang tepat untuk melakukan refleksi diri, pembersihan batin, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Beragam ritual dijalankan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa.

Di Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melaksanakan siraman pusaka dan mubeng beteng.

Tradisi siraman pusaka, atau yang juga disebut jamasan pusaka, ditujukan untuk mensucikan benda-benda pusaka seperti senjata tradisional, kereta kerajaan, gamelan, dan perlengkapan sejarah.

Mubeng beteng adalah tradisi berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta dengan arah berlawanan jarum jam.

Prosesi tersebut diawali dengan pembacaan doa akhir dan awal tahun, serta doa khusus bulan Suro.

Kirab kebo bule

Sementara itu, Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo merayakan malam 1 Suro dengan melaksanakan kirab kebo bule.

Kirab kebo bule adalah prosesi arak-arakan kerbau putih yang dikeramatkan dan dikenal dengan nama Kyai Slamet.

Kebo bule yang mengikuti tradisi kirab malam 1 Suro juga akan menjalani ritual seperti dimandikan dan diberi sesajen.

Di wilayah lain seperti Magetan, masyarakat menggelar Ledug Suro, sedangkan warga di Pati, Jawa Tengah, biasa berkumpul untuk doa bersama sambil membawa makanan dari rumah masing-masing.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com, dengan judul: