Menunggu Kebo Bule dan Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton Surakarta

Malam 1 Suro atau 1 Muharam dalam penanggalan Jawa dan Hijriah selalu menjadi momen sakral bagi masyarakat Jawa, khususnya di Kota Solo.
Salah satu tradisi yang paling dinanti adalah Kirab Pusaka Keraton Surakarta Hadiningrat, yang digelar setiap malam pergantian tahun Jawa.
Kirab dimulai dari dalam kompleks Keraton Surakarta tepat pukul 00.00 WIB. Arak-arakan ini menyusuri jalan-jalan protokol Kota Solo selama kurang lebih empat jam.
Dalam iring-iringan tersebut, tampil pula kerbau bule atau Kebo Kyai Slamet, sosok yang dipercaya membawa berkah dan perlindungan bagi kerajaan.
Tradisi malam 1 Suro di Jawa merupakan bagian dari laku spiritual atau tirakat, yang dilakukan untuk merenungi kehidupan, membersihkan diri, dan memohon keselamatan di tahun baru.
Keraton Surakarta mengekspresikan nilai-nilai ini melalui kirab pusaka dan ritual jamasan (pencucian benda-benda pusaka).
“Kirab ini digelar untuk menghormati dan memperingati Bulan Suro,” ujar KRT Kalinggo Honggopuro, Humas Keraton Surakarta, dikutip dari buku Perayaan 1 Suro di Pulau Jawa karya Julie Indah Rini.
Kebo Kyai Slamet, Pembuka Kirab yang Dikeramatkan
Sosok Kebo Kyai Slamet selalu menjadi sorotan dalam kirab malam 1 Suro. Kerbau berkulit putih ini dipercaya sebagai penjaga pusaka tak kasat mata bernama Kyai Slamet, yang hanya diketahui oleh Raja.
“Kyai Slamet sebenarnya bukan nama kerbau. Itu nama pusaka gaib. Kerbau-kerbau ini disebut ‘Kerbau Kyai Slamet’ karena bertugas menjaga pusaka tersebut,” jelas KRT Kalinggo dalam buku tersebut.
Jumlah kebo yang ikut kirab semakin tahun jumlahnya semakin sedikit dan hanya ada empat ekor kerbau bule yang ikut serta. Mereka berjalan paling depan dalam iring-iringan, menjadi cucuk lampah atau pembuka jalan bagi 13 pusaka kerajaan lainnya.
Beberapa pusaka yang dikirab antara lain:
- Kanjeng Kyai Baru
- Kanjeng Kyai Kebo Mas
- Kanjeng Kyai Brekat
- Kanjeng Kyai Batok
- Kanjeng Kyai Kertaraharja
- Kanjeng Kyai Jompong
dan sejumlah pusaka lain yang ditentukan langsung oleh Sinuwun (Raja Keraton).
Setiap pusaka dibungkus kain beludru, diangkat oleh dua orang abdi dalem, dan dijaga dengan ketat oleh petugas khusus yang terus membakar kemenyan.
Selama kirab, peserta tidak diperkenankan berbicara, makan, merokok, maupun minum. Semuanya diwajibkan menjaga sikap dan berpakaian sopan sebagai bentuk penghormatan terhadap ritual sakral ini.
Saat kirab berlangsung, sejumlah abdi dalem melakukan tirakat malam 1 Suro dengan semedi di Paningrat dan sebagian lagi berdoa di Masjid Pudyasana.
Ritual ini berakhir sekitar pukul 03.30 pagi ketika seluruh rombongan kirab kembali ke keraton. Usai kirab, pusaka-pusaka akan disimpan kembali di nDalem Ageng Prabasuyasa, ruangan khusus yang dijaga abdi dalem perempuan.
Asal-Usul Kerbau Kyai Slamet
Kebo Bule berjumlah 5 ekor, yang dipercaya sebagai pengawal pusaka Kyai Slamet Kirab saat Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo, Jawa Tengah (Jateng) digelar pada Rabu (19/7/2023).
Kisah kerbau Kyai Slamet berakar dari sejarah Keraton Kartasura di abad ke-17, masa pemerintahan Pakubuwono II.Saat terjadi pemberontakan oleh Pangeran Mangkubumi, sang raja mengungsi ke Ponorogo. Di sana, ia menerima wahyu bahwa agar kerajaan tetap selamat, pusaka Kyai Slamet harus dijaga sepasang kerbau bule.
Secara ajaib, Bupati Ponorogo yakni Kyai Hasan Besari Tegalsari mempersembahkan sepasang kerbau albino kepada sang raja.
Persembahan itu diterima dan dibawa kembali ke Kartasura, lalu ikut berpindah ke Surakarta saat kerajaan berpindah lokasi. Sejak saat itu, kerbau bule menjadi simbol pelindung kerajaan dan penjaga pusaka gaib.
Tradisi malam 1 Suro tidak hanya sakral, tetapi juga penuh dengan unsur mistis dan kepercayaan rakyat.
Misalnya, masyarakat percaya bahwa kotoran kerbau Kyai Slamet bisa membawa berkah dan menyuburkan tanah. Jika kerbau itu buang kotoran saat kirab, warga akan berebut mengambil dan menyimpannya sebagai jimat keberuntungan.
Tak hanya itu, sebelum kirab dimulai, sang kerbau dipercaya memiliki kebiasaan minum kopi dan makan telur mentah — sebuah kebiasaan yang terus dilakukan turun-temurun.
Meski kini jumlah kerbau keturunan Kyai Slamet terus menyusut, keberadaannya tetap dihormati dan dijaga. Mereka dirawat di kawasan Alun-alun Selatan Keraton Solo, tempat yang juga menjadi lokasi mereka merumput sehari-hari.
Kirab malam 1 Suro ini tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya tak benda, tetapi juga media pelestarian nilai-nilai spiritual, sejarah, dan kebudayaan Jawa yang sarat makna.