Kapan Malam 1 Suro 1959? Ini Tanggal dan Makna Spiritualnya

Kapan Malam 1 Suro 1959? Ini Tanggal dan Makna Spiritualnya

Malam 1 Suro 1959 akan berlangsung pada Kamis malam, 26 Juni 2025, bertepatan dengan malam Jumat Kliwon yang diyakini penuh muatan spiritual dalam budaya Jawa.

Momen ini menjadi penanda pergantian tahun baru Jawa menuju 1 Suro 1959, yang jatuh pada keesokan harinya, Jumat, 27 Juni 2025. Menariknya, tanggal ini juga bertepatan dengan 1 Muharram 1447 H, awal tahun dalam kalender Hijriah.

Beragam ritual adat masih dilakukan hingga kini untuk menyambut Malam 1 Suro 1959. Di Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar siraman pusaka dan tapa bisu, di mana para abdi dalem berkeliling tanpa berbicara sebagai simbol perenungan.

Sementara di Solo, Keraton Surakarta mengadakan kirab Kebo Bule, yaitu pawai kerbau putih yang dianggap memiliki kekuatan magis.

Tradisi serupa juga hidup di berbagai daerah lain, seperti ledung Suro di Magetan dan doa bersama warga di Pati, Jawa Tengah.

Malam 1 Suro 1959

Kapan Malam 1 Suro 1959

Makna dalam Tradisi Jawa

Bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro bukan sekadar peralihan tanggal, melainkan waktu yang dianggap sakral dan penuh nilai spiritual.

Momen ini dijadikan sebagai waktu untuk introspeksi diri, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Sejarahnya bermula dari masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram Islam, yang pada tahun 1633 Masehi menetapkan kalender Jawa dengan menggabungkan sistem penanggalan Saka dan Hijriah. Tujuan utamanya adalah mengharmoniskan ajaran kejawen dengan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Malam Satu Suro bagi masyarakat Jawa bukan sekadar pergantian tahun, tetapi juga momen sakral yang penuh makna spiritual. Banyak kepercayaan dan mitos yang menyertai malam ini, salah satunya adalah keyakinan bahwa pada malam tersebut, seseorang bisa mencari jalan keselamatan batin melalui laku spiritual.

Mereka berharap jiwanya dapat mencapai ketenangan dan kedamaian, baik selama hidup maupun setelah meninggal dunia.

Keyakinan ini tumbuh dari harapan besar bahwa pada malam yang dianggap istimewa ini, berkah dan perlindungan dari Tuhan akan tercurah secara khusus.

Oleh karena itu, berbagai bentuk ritual digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan dan ketentraman hidup, baik lahir maupun batin.

Menariknya, tiap daerah memiliki cara tersendiri dalam memaknai dan menjalankan tradisi malam Suro. Misalnya, di wilayah pesisir, seperti dalam upacara Labuhan, masyarakat memohon keselamatan dan hasil laut yang melimpah.

Para nelayan mempercayai bahwa dengan mempersembahkan sesaji kepada laut dan memohon doa, mereka akan dilindungi dari bahaya saat melaut.

Sementara itu, di Cirebon, malam Suro dikenang sebagai waktu untuk menghormati Maheso Suro, tokoh yang diyakini membawa kemakmuran dan kebahagiaan bagi warga di sekitar pesisir selatan.

Upacara ini menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan harapan akan kehidupan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang.

Meski tradisinya berbeda-beda, inti dari semua perayaan ini tetap sama: memohon keselamatan, berkah, dan kedamaian. Malam Satu Suro menjadi ruang refleksi kolektif masyarakat Jawa untuk lebih mendekatkan diri pada nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.