Legenda Selat Bali, Kisah Sidi Mantra dan Naga Basuki yang Memisahkan Jawa dan Bali

Tragedi kecelakaan laut kembali terjadi di perairan Selat Bali. Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya dilaporkan tenggelam saat menyeberang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali pada Rabu malam (2/7/2025).
KMP Tunu Pratama Jaya mengangkut total 65 orang, terdiri dari 53 penumpang dan 12 kru kapal, serta membawa 22 unit kendaraan. Kapal tersebut mengalami insiden serius saat berada di tengah pelayaran, hingga akhirnya tenggelam pada malam hari.
Pukul 23.20 WIB, perwira jaga KMP Tunu Pratama Jaya melakukan panggilan distress. Sekitar 15 menit setelah panggilan darurat diterima, kapal dinyatakan tenggelam pada pukul 23.35 WIB.
Hanya berselang kurang dari satu jam, pukul 00.22 WITA, kapal dilaporkan terbalik dan hanyut ke arah selatan.
Komunikasi terakhir dari kapal melalui radio maritim channel 17 mengonfirmasi bahwa kapal mengalami blackout atau kehilangan daya listrik sebelum tenggelam sepenuhnya.
Hingga Kamis malam (3/7/2025), pihak berwenang menyatakan bahwa 6 orang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, sementara pencarian terhadap penumpang lainnya masih terus dilakukan di sekitar wilayah Selat Bali.
Karakteristik Selat Bali dan Ancaman “Ombak Maling”
Selat Bali merupakan perairan yang dikenal berarus kuat, dengan kombinasi gelombang dan angin yang sangat dipengaruhi musim. Karakteristik ini membuat pelayaran di kawasan tersebut membutuhkan kewaspadaan ekstra.
Mohammad Pandu (34 tahun), Mualim I KMP Tunu Pratama Jaya 3888 yang telah berlayar sejak 2013, mengungkapkan bahwa ada fenomena berbahaya yang kerap menghantui para pelaut di Selat Bali.
“Salah satu yang paling berbahaya di Selat Bali adalah ombak maling. Ini istilah pelaut untuk menyebut ombak dengan alun paling kuat,” ujarnya, dikutip dari Kompas.id tahun 2021
Menurut Pandu, ombak maling menjadi sangat mematikan jika kapal menghadapi arah timur atau tenggara. Dalam kondisi itu, gelombang biasanya menghantam lambung kiri atau kanan kapal dengan keras.
“Kalau kena ombak maling saat posisi menghadap timur atau tenggara, itu bahaya. Gelombang itu pasti kena lambung kiri atau lambung kanan. Muatan jangan sampai miring ke satu sisi. Kalau muatan mobil, truk, dan bus sudah miring, pasti sulit bagi kapal untuk bisa seimbang lagi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, periode Juni hingga Agustus adalah musim angin tenggara, masa di mana alun di Selat Bali sedang dalam puncaknya.
Legenda Terbentuknya Selat Bali
Di balik ganasnya alam Selat Bali, perairan ini juga menyimpan cerita mistis yang diwariskan dari generasi ke generasi. Legenda tentang asal-usul Selat Bali menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat setempat.
Dikutip dari dongengceritarakyat.com, konon dahulu Pulau Bali dan Pulau Jawa adalah satu kesatuan daratan. Namun karena peristiwa spiritual antara Sidi Mantra dan Naga Basuki, dua pulau tersebut akhirnya terpisah.
Sidi Mantra adalah seorang tokoh sakti yang memiliki anak bernama Manik Angkeran, seorang pemuda yang manja dan gemar berjudi.
Karena ulah Manik, harta keluarga pun habis. Sidi Mantra kemudian pergi ke Gunung Agung untuk menemui Naga Basuki, naga penjaga yang bisa mengeluarkan perhiasan dari tubuhnya kepada siapa yang berdoa dengan tulus.
Namun keserakahan Manik Angkeran membuatnya mencuri lonceng pusaka ayahnya, mendatangi Naga Basuki, lalu berusaha membunuh sang naga demi harta. Sayangnya, niat buruk itu terungkap dan Manik pun tewas dibakar Naga Basuki.
Sidi Mantra memohon agar anaknya dihidupkan kembali. Naga Basuki menyanggupi, tetapi dengan syarat ayah dan anak itu tak boleh tinggal bersama.
Maka Sidi Mantra menggunakan tongkat saktinya untuk membuat garis pemisah. Dari garis itu, air mengalir dan menjadi selat yang kini dikenal sebagai Selat Bali.
Selain cerita legenda, proses ilmiah tentang terbentuknya Pulau Bali juga menjadi bagian penting dalam memahami kawasan ini.
Mengutip TribunBali.com, Pulau Bali diperkirakan terbentuk sekitar 23 juta tahun lalu akibat aktivitas gunung api bawah laut yang terletak di timur Pulau Jawa.
Magma yang keluar dari perut bumi mengalami pengerasan hingga membentuk daratan yang kini dikenal sebagai Bali.
Proses ini tidak terjadi secara instan, melainkan berlangsung dalam kurun waktu yang panjang. Akumulasi magma dan sedimentasi menyebabkan permukaan laut naik dan turun, menciptakan relief bawah laut yang membentuk Selat Bali dan topografi pulau di sekitarnya.
Insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya kembali menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan pelayaran dan pemahaman terhadap kondisi perairan seperti Selat Bali.
Tidak hanya dari sisi teknis kapal, tetapi juga pengetahuan kru mengenai cuaca, gelombang, dan arus laut.
Fenomena seperti ombak maling, arus tenggara, hingga blackout di tengah pelayaran harus menjadi perhatian serius. Evaluasi menyeluruh terhadap keselamatan pelayaran serta pelatihan kru secara berkala menjadi keharusan mutlak.