Potret Sekolah Sepi Murid, Hanya Terima 1 Siswa di Tengah Sistem Zonasi

Tahun ajaran baru 2025/2026 membawa tantangan tersendiri bagi sejumlah sekolah dasar di Jawa Tengah.
Dua sekolah negeri, yakni SD Negeri 1 Wates di Kabupaten Kudus dan SD Negeri 27 Kauman di Kota Solo, hanya mendapatkan masing-masing satu murid baru.
Meski demikian, proses belajar mengajar tetap berlangsung seperti biasa demi memenuhi tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa.
SDN 1 Wates Kudus Hanya Punya Satu Murid Baru
Di SD Negeri 1 Wates, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, satu-satunya siswa baru bernama Shofi memulai hari pertamanya di bangku kelas 1 pada Senin (14/7/2025).
Shofi hadir dengan seragam putih merah yang rapi dan duduk seorang diri di meja paling depan, mengikuti pelajaran yang langsung diajar oleh Kepala Sekolah, Arif Wijayanto.
"Anak ini, meski siswa satu-satunya, dia punya kakak kandung di sini yang saat ini kelas 5 SD," ujar Arif seperti dikutip dari TribunBanyumas.com.
Shofi tidak terlihat takut meski sendiri. Sesekali, ia tampak bercengkrama dengan kakak kelas yang mengikuti kegiatan belajar di kelas sebelah. Untuk sementara waktu, Arif menggabungkan kelas 1 dan kelas 2 agar Shofi tidak merasa kesepian.
Biar mereka akrab dulu dan punya teman,” kata Arif.
Jumlah siswa baru yang terus menurun menjadi perhatian pihak sekolah. Arif mencatat bahwa pada tahun lalu SDN 1 Wates hanya menerima dua siswa baru, sementara tahun ini hanya satu.
Faktor Merger dan Minim Sosialisasi
Arif mengungkapkan, penurunan jumlah siswa diduga terjadi karena proses penggabungan sekolah atau merger yang masih berlangsung di wilayah tersebut.
Sebelumnya, Desa Wates memiliki tiga SD negeri, yaitu SDN 1, SDN 2, dan SDN 3. SDN 2 Wates telah resmi digabung dengan SDN 3 Wates, dan kini muncul wacana penggabungan SDN 1 dan SDN 3 yang masih berada dalam satu kompleks.
“Mungkin, faktornya karena kami kurang sosialisasi ke masyarakat karena ini masih proses merger, jadi bingung juga,” jelas Arif.
Meski demikian, Arif menegaskan bahwa pihak sekolah siap dengan segala kemungkinan. Jika penggabungan batal, langkah-langkah akan disiapkan agar SDN 1 Wates tetap bisa bersaing.
Saat ini, SDN 1 Wates memiliki total 24 siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, dengan tujuh tenaga pengajar, terdiri dari empat guru kelas, satu guru agama, satu guru olahraga, serta seorang penjaga sekolah.
“Bagaimanapun kondisinya, kami akan tetap mengajar dan proses belajar di sekolah tetap bisa berlangsung,” tegas Arif.
SDN 27 Kauman Solo Juga Hanya Dapat Satu Siswa Baru
Sekolah Dasar (SD) Negeri 27 Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), hanya memiliki satu siswa pada hari pertama pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), pada Senin (14/7/2025).
Situasi serupa terjadi di SD Negeri 27 Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. Pada hari pertama kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), hanya satu siswa baru bernama Abrizam yang mengikuti kegiatan tersebut.Guru wali kelas, Sri Handayani, mendampingi langsung Abrizam selama proses MPLS berlangsung.
“Abrizam berasal dari Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon. Tadi diantar bapaknya dan ditemani kakaknya yang juga sekolah di sini,” ujar Sri Handayani.
Meskipun hanya memiliki satu murid, sekolah tetap memberikan pengenalan lingkungan dan suasana belajar seperti biasa. Abrizam tercatat masuk melalui jalur afirmasi, sedangkan pendaftar dari domisili zonasi maupun jalur mutasi nihil.
“Sementara ini baru satu murid dari jalur afirmasi. Domisili kosong, mutasi kosong,” lanjut Sri.
Letak Geografis dan Sistem Zonasi Jadi Kendala
Sri Handayani menilai, letak geografis sekolah yang berada di kawasan pusat ekonomi Solo menjadi salah satu penyebab minimnya jumlah pendaftar. SDN 27 Kauman terletak di Jalan Alun-Alun Lor Keraton, dikelilingi perkantoran dan pasar, yang membuat jumlah penduduk sekitar sangat terbatas.
“Geografisnya kurang mendukung. Meskipun dekat dengan balai kota, tapi ironisnya ya seperti ini. Banyak perkantoran dan pasar, jadi kemungkinan penduduk tidak ada,” kata Sri.
Kondisi ini diperburuk dengan diberlakukannya sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) serta dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat orang tua semakin selektif dalam memilih sekolah.
“Faktor zonasi diperparah dengan Covid. Dulu dari luar kota pun bisa masuk ke sini. Tapi setelah adanya zonasi, orangtua berpikir panjang,” kata dia.
Saat ini, pihak sekolah belum bisa memastikan apakah kegiatan belajar mengajar akan dilanjutkan secara mandiri atau dilakukan penggabungan dengan sekolah lain.
“Selebihnya nanti kami ikut aturan dari dinas. Untuk ke depan kami belum bisa bicara apa pun,” tutup Sri Handayani.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul