Fenomena Bendera One Piece Jelang 17 Agustus, Sosiolog: Identitas Populer, Bukan Ancaman Negara

Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, muncul fenomena unik salah satunya yakni pengibaran bendera bergambar tengkorak bertopi ala One Piece, tokoh dari serial manga dan anime populer asal Jepang.
Fenomena ini tidak hanya ramai di media sosial, tetapi juga terlihat di berbagai lokasi fisik, dari kendaraan umum hingga rumah warga.
Sebagian kalangan mengaitkan pengibaran bendera One Piece tersebut dengan bentuk simbolik perlawanan, sementara sebagian lain menganggapnya sebagai ekspresi budaya pop biasa.
Lantas, apa makna di balik pengibaran bendera tersebut?
Analisis sosiolog soal pengibaran bendera One Piece
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, memandang fenomena ini sebagai bentuk reproduksi budaya populer yang berkembang di masyarakat dan tidak perlu disikapi secara berlebihan.
"Kalau saya sendiri melihat bahwa ketika yang diambil itu bukan bendera yang mewakili bajak laut yang wajahnya garang, tengkorak yang garang dan bendera hitam itu, itu lebih ke arah animasi, lebih ke arah petualangan dan kepahlawanan yang tidak formal, kepahlawanan yang lebih santai," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (1/8/2025) malam.
Menurutnya, simbol One Piece yang digunakan saat ini lebih merepresentasikan upaya pencarian identitas dan nilai-nilai perjuangan dari rakyat, bukan simbol kekerasan.
"Yang bendera bertopi itu lebih pengembangan ke arah identitas budaya yang dibangun untuk menunjukkan adanya upaya-upaya simbol kepahlawanan, simbol kekuatan itu basisnya dari rakyat, dari orang-orang yang kreatif, inovatif dan mau berpetualang menjelajah hidup daripada kemapanan negara," jelasnya.
Simbol populer, bukan simbol perlawanan
Ilustrasi bendera One Piece. Foto Pop Culture Geek 2012 yang diambil oleh Doug Kline
Drajat menyebutkan, fenomena ini dapat dimaknai sebagai bentuk ekspresi kesenangan massal yang lazim terjadi dalam masyarakat modern.
Ia menyebut hal ini sebagai bagian dari demonstration effect dalam sosiologi, di mana masyarakat mengikuti tren karena dorongan untuk tidak tertinggal (FOMO).
"Pertama adalah bahwa ini satu kesenangan, yang dibagi merata, dan orang-orang merasa dan karena ini dikenal banyak di mana-mana, orang ikut-ikutan semacam FOMO," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa kemunculan simbol-simbol populer seperti bendera One Piece tidak serta-merta menunjukkan adanya konfrontasi antara identitas nasional dan budaya populer.
"Signifikasinya dihubungkan dengan bendera 17 Agustus, itu kalau menurut saya tidak terlalu sebuah konfrontasi dua identitas, identitas nasional dan identitas populer, tetapi ini jalannya sendiri-sendiri. Identitas nasional tetap dihormati, sementara identitas populer tetap muncul dan berganti nanti," kata dia.
"Merah Putih, upacara itu kan tetap bertahan sampai kapan pun karena dipertahankan baik oleh rakyat dan negara, tapi identitas populer itu silih berganti akan naik dan turun. Dia akan hilang kalau signifikasinya diganti dengan cerita baru, reproduksi baru," imbuhnya.
Jangan reaksioner, justru timbulkan kecurigaan publik
Kerja bhakti pemasangan bendera merah putih di malam 1 Agustus 2025 di jalan Protokol Nunukan, Kaltara
Menanggapi adanya kekhawatiran berlebihan dari sebagian pihak, bahkan isu bahwa pengibaran bendera ini merupakan bagian dari agenda intelijen asing, Drajat justru mengingatkan agar tidak bersikap paranoid.
"Reaksinya sangat berlebihan terhadap simbol-simbol reproduksi budaya itu, akan membuat orang akan menilai ada apa negara ini ketakutan dengan ini. Saya tidak tahu kalau memang secara intelijen mereka sudah punya data, dari sipil melihatnya ini sebuah kesenangan saja," tuturnya.
Drajat juga menegaskan bahwa simbol yang digunakan dalam versi anime One Piece saat ini tidak lagi mencerminkan unsur kekerasan seperti pada bendera bajak laut konvensional.
"Versi tidak seram. Justru malah dibalik, justru versi yang menggambarkan yang dulunya seram, dirubah lebih arahnya ke petualangan, dan upaya untuk kreativitas membangun kemerdekaan dan keadilan," ucapnya.
Meski demikian, Drajat tidak menampik adanya kemungkinan sebagian kecil pihak yang menyisipkan kritik terhadap negara melalui simbol tersebut, terutama terkait ketidakpercayaan pada elite politik dan kondisi negara saat ini.
"Pandangan yang perlu diuji, bahwa tersebarnya bendera itu di dekat 17 Agustus upaya untuk menjadi simbol tandingan terhadap kemapanan normalitas dari negara. Orang mulai tidak percaya bahwa pejabat-pejabat negara, orang-orang yang sistem di negara, benar-benar komitmen sebagai negarawan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat," katanya.
Namun, ia menekankan bahwa konteks dominan dari pengibaran bendera One Piece tetaplah hiburan dan simbol petualangan, bukan gerakan perlawanan.
"Menurut saya sih tidak terlalu mengkhawatirkan sebagai sebuah ancaman kepada negara," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya menerima masukan dari sejumlah lembaga intelijen yang menyebutkan bahwa kemunculan simbol-simbol tersebut diduga mengindikasikan adanya gerakan sistematis untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, dirinya mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dengan simbol-simbol atau gerakan yang dapat mengancam keutuhan bangsa.
“Imbauan saya kepada seluruh anak bangsa, mari kita bersatu. Justru kita harus bersama melawan hal-hal yang seperti itu," kata Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025).