BNPB Curiga Karhutla di Riau Ulah Manusia: Api Terlihat Terpisah di Areal Sawit

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali melanda sejumlah wilayah di Provinsi Riau.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menegaskan bahwa kebakaran ini diduga kuat merupakan ulah manusia.
Dugaan ini muncul setelah dirinya meninjau langsung area terdampak karhutla menggunakan helikopter. Lokasi yang ditinjau meliputi Kabupaten Rokan Hulu, Rokan Hilir, Bengkalis, dan Kota Dumai.
"Saya yakin kebakaran ini tidak bersumber dari faktor alam semata. Sepintas terlihat api muncul secara terpisah di berbagai lokasi yang berbeda jauh, terutama di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Ini menunjukkan kuat dugaan bahwa kebakaran ulah manusia," ujar Suharyanto saat rapat evaluasi di Gedung Daerah Provinsi Riau, Selasa (22/7/2025).
Apa Langkah Pemerintah untuk Menangani Karhutla?
Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto (pakai rombi BNPB) saat mengikuti konferensi pers penangkapan pelaku karhutla, di Gedung Daerah Provinsi Riau di Pekanbaru, Selasa (22/7/2025).
Menanggapi situasi tersebut, Suharyanto meminta agar semua unsur pemerintah pusat dan daerah bersinergi mencegah meluasnya kebakaran.
Salah satu upaya konkret yang dilakukan adalah pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), yang telah memasuki tahap keempat.
"Beberapa hari lalu, satu pesawat melaksanakan modifikasi cuaca dua sorti, pagi dan siang. Alhamdulillah, keduanya berhasil meski belum deras hujan turun. Hujan ini membantu menurunkan jumlah titik api dari semula lebih dari 500 menjadi di bawah 100 titik," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga mengerahkan dua helikopter untuk mendukung penyebaran hujan buatan.
Namun, Suharyanto menekankan pentingnya keterlibatan tim darat dalam proses pemadaman karena efektivitas OMC sangat bergantung pada keberadaan awan dan kondisi asap di udara.
"Jika asap terlalu tebal dan awan tidak terbentuk, maka operasi udara akan sia-sia. Karena itu, peran satgas darat juga menjadi krusial dalam penanganan langsung di lokasi kebakaran," tambahnya.
Mengapa Riau Menetapkan Status Tanggap Darurat?
Seiring dengan meningkatnya jumlah titik api dalam beberapa pekan terakhir, Gubernur Riau Abdul Wahid resmi menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan pada Selasa (21/7/2025).
Penetapan status ini dilakukan dalam rapat evaluasi yang juga dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Kepala BNPB Suharyanto, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan, dan pejabat lainnya.
"Kami lihat dari titik api di Rokan Hilir dan Rokan Hulu yang paling banyak sehingga kami minta kepada seluruh pihak terkait hari ini, harus gerak lebih lagi," ucap Wahid.
Status ini memungkinkan penggunaan sumber daya secara maksimal, termasuk bantuan logistik, teknologi dari pemerintah pusat, dan koordinasi lintas sektor.
Sebelumnya, Pemprov Riau telah menetapkan status siaga darurat karhutla sejak 27 Maret hingga 30 November 2025. Namun, karena kemarau panjang dan peningkatan titik api, langkah lebih tegas pun diambil.
Apa Penyebab Utama Karhutla Masih Terjadi?
Menurut Gubernur Wahid, praktik pembukaan lahan dengan cara membakar masih menjadi penyebab utama karhutla di Riau.
Untuk itu, dia meminta seluruh kepala daerah meningkatkan edukasi masyarakat dan pengawasan di wilayah masing-masing.
"Tanggap darurat ini dilakukan sebagai upaya kami untuk memaksimalkan penanganan karhutla. Kami perkuat monitoring dan ground checking titik hotspot," ujar Wahid.
Selain dampak terhadap lingkungan, karhutla juga berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Cerita warga yang terdampak asap menunjukkan gejala sesak napas hingga tidak bisa membuka pintu rumah akibat kualitas udara yang buruk.
Dengan demikian, penanganan karhutla bukan hanya isu ekologis, tetapi juga menyangkut keselamatan publik.
Langkah penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran pun ditegaskan oleh Suharyanto.
"Saya minta pelaku pembakar hutan dan lahan ditindak tegas, tapi terukur," tandasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di dengan judul "Riau Dikepung Karhutla, Kepala BNPB: Kuat Dugaan Ulah Manusia".