Pengamat Nilai Pelaku Pengoplos Beras SPHP Manfaatkan Antusiasme Publik untuk Meraup Keuntungan

Pengamat Nilai Pelaku Pengoplos Beras SPHP Manfaatkan Antusiasme Publik untuk Meraup Keuntungan

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mendesak penindakan tegas terhadap siapa pun yang berani mengoplos beras kualitas rendah untuk dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan beras premium.

"Pengetatan penyaluran tahun ini sebagai bagian menekan penyelewengan. Kalau ada yang nekad 'ngoplos' mesti ditindak," kata Khudori, Minggu (27/7).

Khudori menegaskan bahwa tindakan mengoplos dan menjual beras non-SPHP dalam karung SPHP merupakan pemanfaatan antusiasme publik terhadap program pemerintah.

Kasus yang baru-baru ini diungkap oleh Polda Riau pada Kamis (24/7), melibatkan oknum berinisial R, bukan penyimpangan beras SPHP asli, melainkan pemalsuan.

Pelaku sengaja mengemas beras lain menggunakan karung SPHP untuk dijual seolah-olah merupakan bagian dari program subsidi. Pengawasan ketat terhadap beras SPHP menjadi sangat penting karena ini adalah komoditas bersubsidi yang vital.

Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menyatakan bahwa penggerebekan ini adalah tindak lanjut dari arahan Kapolri untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen. Operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro, mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R (34).

Modusnya yakni mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk (reject) kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP dan membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

Tersangka R diduga membeli beras bagus seharga Rp11.000/kg dan beras kualitas rendah seharga Rp6.000/kg dari seseorang berinisial S di Kabupaten Pelalawan.

Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

Irjen Herry menekankan bahwa tindakan ini bukan hanya penipuan dagang, melainkan kejahatan serius yang merugikan masyarakat, terutama anak-anak yang membutuhkan pangan bergizi.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.