Bocah 12 Tahun di Bojonegoro Ajukan Dispensasi Nikah, Pengadilan Agama Tolak Mentah-mentah

Fenomena pernikahan dini di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, kembali menjadi sorotan. Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro mengungkap adanya kasus mencengangkan: seorang anak perempuan berusia 12 tahun, setara siswa kelas 6 SD, nekat mengajukan permohonan dispensasi nikah.
Panitera PA Bojonegoro, Solikin Jamik, mengatakan kasus itu terungkap saat pihaknya menerima permohonan dispensasi kawin dari anak di bawah umur pada pertengahan tahun ini. Namun, majelis hakim menolak mentah-mentah permohonan tersebut.
"Yang paling menyita perhatian, ada permohonan dari anak usia 12 tahun. Ini usia yang seharusnya masih duduk di kelas 6 SD atau awal SMP. Kami tolak permohonannya karena benar-benar belum pantas untuk menikah,” ujar Solikin, Kamis (7/8/2025).
Angka Dispensasi Kawin Capai 205 Kasus
Berdasarkan data PA Bojonegoro hingga akhir Juni 2025, tercatat 205 perkara permohonan dispensasi kawin masuk ke meja pengadilan. Mayoritas pemohon adalah anak-anak di bawah umur, terutama yang berasal dari wilayah pedesaan atau pinggiran.
Fenomena ini dinilai sebagai tanda darurat perlindungan anak, pendidikan, dan kesenjangan ekonomi di Bojonegoro, daerah yang dikenal sebagai salah satu penghasil minyak dan gas bumi di Indonesia.
Putus Sekolah dan Tekanan Ekonomi Jadi Pemicu
Menurut Solikin, tingginya angka permohonan dispensasi nikah dipicu oleh berbagai faktor. Dua penyebab paling dominan adalah putus sekolah dan tekanan ekonomi keluarga.
“Banyak anak tidak lanjut SMA atau SMK karena alasan biaya dan lokasi sekolah yang jauh dari rumah. Akibatnya, mereka justru terdorong untuk menikah muda,” jelasnya.
Ironisnya, sebagian orang tua justru menganggap pernikahan anak sebagai solusi untuk meringankan beban ekonomi keluarga.
Selain faktor ekonomi dan pendidikan, Solikin menyoroti kuatnya norma sosial tradisional di masyarakat. Masih ada pandangan bahwa anak perempuan yang hamil di luar nikah harus segera dinikahkan demi menjaga nama baik keluarga.
“Bahkan ada yang tidak tahu bagaimana mencegah kehamilan yang tak direncanakan karena minimnya pengetahuan soal kesehatan reproduksi,” ujarnya.
Solikin menegaskan bahwa masalah pernikahan anak tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, pendidik, tokoh agama, dan keluarga.
“Pernikahan anak ini bukan sekadar angka dalam data dispensasi kawin. Mereka adalah masa depan Bojonegoro,” kata Solikin.
Kasus bocah 12 tahun yang ingin menikah ini menjadi potret buram lemahnya perlindungan anak di daerah. Jika tidak ditangani secara serius, angka pernikahan dini dikhawatirkan terus meningkat, berdampak pada kesehatan, pendidikan, dan kualitas generasi mendatang.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Pilu Bocah SD Ngotot Minta Nikah, Pengadilan Agama Kuak Fakta Pernikahan Anak,
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!