Indonesia Urutan Kedua Kasus TBC, Anak Jadi Kelompok Rentan yang Harus Dilindungi

Berdasarkan Global TB Report 2024, Indonesia menempati posisi kedua tertinggi di dunia dengan sekitar 1,09 juta kasus dan 125 ribu kematian akibat TB setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 135 ribu kasus terjadi pada anak usia 0–14 tahun.
Meski kasus tuberkulosis di Indonesia banyak, penemuan kasus tuberkulosis di masyarakat tidak optimal.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru namun dapat menyerang hampir semua organ tubuh.
Menurut dokter spesialis anak Titis Prawitasari, penyakit ini ditularkan oleh orang dewasa yang menderita TB aktif melalui percikan dahak yang keluar saat batuk, bicara, bersin atau bernyanyi.
"Bakteri tersebut dapat menyebar melalui udara ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, atau tertawa. Selain itu droplet yang mengandung bakteri TB, dapat menyebar ke udara dan dihirup oleh anak-anak," kata dr.Titis kepada Kompas.com (28/7/2025).
Intervensi gizi pada pasien TB anak
Tuberkulosis bisa disembuhkan, asal diobati dengan cepat dan tepat sampai tuntas. Sayangnya angka putus obat cukup tinggi di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat, kasus putus obat mencapai 15 persen.
Ilustrasi balita, siswa PAUD.
Dijelaskan oleh dr.Titis, kasus TB anak yang tidak menjalani pengobatan dengan tuntas dapat dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan jiwa, menimbulkan kecacatan, serta anak dapat mengalami kekambuhan ketika sudah beranjak dewasa.
"Pengobatan TB yang tidak tuntas juga dapat membuat TB menjadi kebal obat, sehingga lebih sulit diobati," ujarnya.
Ditambahkan oleh dr.Titis, selain mengonsumsi obat-obatan, penanganan TB pada anak juga perlu disertai intervensi gizi yang tepat.
"TB juga bisa berdampak pada tumbuh kembang dan fungsi kognitif anak. Jika tidak ditangani sejak awal, kondisi ini dapat memperburuk infeksi, menghambat proses pengobatan dan menyebabkan malnutrisi seperti stunting, hingga berisiko menurunkan kualitas hidup," papar dr.Titis.
Intervensi gizi dinilai penting karena sebagian besar anak dengan TB yang berisiko mengalami malnutrisi. Jika tidak ditangani sejak awal, malnutrisi bisa menurunkan daya tahan tubuh dan menghambat efektivitas pengobatan.
“Anak dengan TB, terutama yang mengalami malnutrisi membutuhkan asupan gizi yang seimbang, padat energi dan kaya protein untuk membantu memperbaiki jaringan tubuh dan memperkuat sistem imun serta memulihkan kondisi malnutrisinya," katanya.
Layanan primer
Ketua Umum Akselerasi Puskesmas Indonesia (APKESMI), Kusnadi, SKM., Mkes mengatakan saat ini masih banyak tantangan di lapangan, seperti rendahnya kesadaran untuk memeriksakan diri saat bergejala, serta ketidakkonsistenan dalam menjalani pengobatan yang berlangsung hingga enam bulan.
"Karena itu, APKESMI mendorong Puskesmas untuk tak hanya berperan dalam pengobatan, tetapi juga aktif dalam edukasi, penyuluhan, serta membentuk komunitas penyintas TB yang bisa memberi motivasi," ujarnya dalam siaran pers.
Kusnadi mengatakan saat ini, Puskesmas juga telah dilengkapi alat Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk deteksi tuberkulosis, dan distribusi paket pengobatan pun sudah berjalan baik.