Cara Menjelaskan pada Anak tentang Ayah Non-biologis, Begini Saran Psikolog

ayah non biologis, ayah non-biologis, menjelaskan ke anak soal ayah non biologis, cara menjelaskan anak tentang ayah non biologis, Cara Menjelaskan pada Anak tentang Ayah Non-biologis, Begini Saran Psikolog

Mengungkapkan pada anak bahwa ayah yang selama ini bersamanya bukan ayah kandung, melainkan ayah non-biologis, bukanlah hal yang mudah. 

Banyak orangtua khawatir hal ini bisa melukai perasaan anak atau membuat hubungan mereka renggang.

Psikolog Klinis Rafa Ratikanuari Nusaibah, S.Psi., M.Psi., Psikolog menjelaskan, kuncinya ada pada cara penyampaian yang hangat, lembut, dan penuh empati. 

“Tentu penyampaiannya dengan cara yang hangat, lembut, dan penuh rasa amanah. Narasinya pun sebaiknya tidak perlu terlalu berat, cukup memperlihatkan sisi empati saja,” jelasnya saat diwawancarai Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Gunakan kalimat yang hangat dan mudah  dipahami

Rafa menjelaskan, orangtua bisa menggunakan kalimat sederhana yang sarat makna. 

Misalnya, seorang ibu bisa berkata, “Sebenarnya, ayah yang sekarang ini bukan orang yang membuat kamu lahir, tapi dia memilih untuk mencintaimu, dan hadir sebagai ayahmu setiap hari.”

Penyampaian ini perlu meyakinkan anak bahwa sosok ayah non-biologis punya kasih sayang yang penuh untuknya dan siap mendampingi tumbuh kembangnya. 

“Bisa juga disampaikan, kalau ayah yang sekarang ini bukan orang yang membuat kamu lahir, tapi dialah yang mencintai kamu sejak lahir hingga tumbuh dewasa nanti,” tutur dia.

Dengan narasi seperti ini, anak akan tetap merasa dicintai dan dihargai, meski mengetahui kenyataan yang sebenarnya.

Jangan menunda terlalu lama

Salah satu kesalahan yang kerap terjadi adalah menunda-nunda penyampaian informasi ini. 

Rafa menekankan, penundaan justru berpotensi semakin melukai perasaan anak.

“Sebisa mungkin dikemas dengan kata-kata yang hangat, serta bisa diterima dengan baik oleh anak. Penyampaian hal ini juga tidak boleh ditunda terlalu lama agar tidak menyakiti perasaan anak,” ujarnya.

Jika terlalu lama disimpan, ada kemungkinan anak mengetahui kebenaran dari orang lain. 

Hal ini bisa memicu rasa kecewa, bahkan menimbulkan krisis kepercayaan kepada orangtua.

Ciptakan ruang emosional untuk anak

Setelah menyampaikan kebenaran, orangtua perlu siap menerima berbagai reaksi anak. Berbagai reaksi anak setelah mengungkapkan fakta tersebut adalah wajar.

“Mungkin saja akan ada reaksi anak yang bingung, sedih, atau bertanya-tanya. Hal ini sangat wajar,” ungkap Rafa.

Pada situasi ini, orangtua diminta untuk tidak defensif dan tetap hadir mendampingi. 

Memberikan ruang aman bagi anak untuk mengekspresikan emosinya menjadi langkah penting agar mereka bisa memproses informasi dengan sehat.

“Sebagai orangtua, kita cukup hadir dan tidak defensif, serta memberikan mereka ruang untuk memproses informasi itu dengan baik,” tambahnya.

Menjaga hubungan tetap harmonis

Selain cara penyampaian yang tepat, konsistensi peran ayah non-biologis juga akan memengaruhi penerimaan anak terhadap kenyataan ini. 

Jika sosok tersebut sudah terlibat aktif, penuh kasih sayang, dan hadir dalam keseharian anak, kemungkinan besar hubungan mereka akan tetap harmonis meski kebenaran terungkap.

Rafa menegaskan, tujuan akhir dari penyampaian ini bukan sekadar memberi tahu fakta biologis, melainkan menjaga agar hubungan emosional tetap kuat. 

Melalui pendekatan yang tepat, anak dapat memahami situasi tanpa merasa kehilangan rasa aman yang sudah ia miliki.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!