Alasan Dewi Yull Pilih Tak Ikut Campur Parenting Anak dan Menantu

pola asuh anak, Dewi Yull, Merdianti Octavia, mertua idaman, Alasan Dewi Yull Pilih Tak Ikut Campur Parenting Anak dan Menantu

JAKARTA, KOMPAS.com – Setiap generasi memiliki cara sendiri dalam membesarkan anak.  Dari kacamata psikologi perkembangan, hal ini menunjukkan bahwa pola asuh bukan sesuatu yang statis, melainkan selalu beradaptasi dengan perubahan nilai masyarakat, pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, serta tantangan lingkungan.

Menyadari hal itu, penyanyi senior Dewi Yull memilih untuk tidak terlalu mencampuri pola pengasuhan keluarga anak dan menantunya. Ia ingin memberi ruang bagi mereka menentukan caranya sendiri dalam membangun keluarga.

Tak heran jika ia dikenal memiliki hubungan yang akrab dan harmonis dengan menantunya. Di akun media sosial menantunya, Merdianti Octavia yang menjadi istri dari Rama Putra, terlihat bagaimana kedekatan mereka. Dewi Yull pun mendapat julukan sebagai "mertua idaman" dari netizen.

Memberi kepercayaan penuh pada anak dan menantu

Dewi Yull menegaskan, sebagai seorang nenek, perannya lebih bersifat mendukung daripada mengatur, terutama dalam urusan membesarkan cucu.

Perempuan 64 tahun itu menyebutkan, kendali untuk mengatur sang cucu tetap ada di anak dan menantunya.

“Saya sebagai nenek dan mertua, memberi kepercayaan penuh kepada anak dan menantu saya untuk menjalankan kehidupannya,” ujarnya dalam acara peluncuran kemasan baru Cussons Baby di  Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).

Menurut dia, anak dan menantunya sudah memiliki kebijaksanaan serta kemampuan untuk menentukan pola asuh yang sesuai bagi anak-anak mereka.

Ia menilai, kepercayaan ini penting agar orangtua muda bisa tumbuh dan belajar dari pengalaman mereka sendiri.

“Karena mereka sudah lebih pandai dan InsyaAllah sudah lebih bijak dalam memberikan bagaimana pola asuh dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya,” lanjutnya.

pola asuh anak, Dewi Yull, Merdianti Octavia, mertua idaman, Alasan Dewi Yull Pilih Tak Ikut Campur Parenting Anak dan Menantu

Merdianti dan Dewi Yull

Pola pengasuhan zaman dulu tak bisa dipaksakan terus relevan

Ibu empat anak ini menekankan, pola pengasuhan yang ia terapkan dahulu tidak bisa serta-merta diterapkan oleh generasi sekarang.

Dunia yang terus berkembang, informasi yang lebih mudah diakses, serta perubahan budaya membuat cara membesarkan anak ikut berubah.

“Mereka tidak bisa memakai pola zaman dulu atau pola yang saya gunakan, karena sekarang dunia dan pengetahuan sudah berkembang,” jelasnya.

Menurut Dewi Yull, orangtua saat ini lebih terbuka terhadap ilmu parenting modern, mulai dari pendekatan psikologis, kesehatan anak, hingga stimulasi kreatif yang sesuai dengan usia.

Perbedaan ini membuat ia sengaja tidak menekan anak dan menantu untuk meniru gaya pengasuhannya zaman dahulu.

Membiarkan anak mengikuti naluri sebagai orangtua untuk panduan

Meski tidak terlibat langsung, Dewi Yull percaya bahwa setiap orangtua memiliki naluri yang kuat untuk melindungi dan mendidik anak-anaknya.

“Satu hal yang saya tekankan adalah saya percaya karena mereka sudah menjadi orangtua. Secara naluri, mereka tahu bagaimana melindungi, mengasihi, dan memberikan yang terbaik seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

Ia menilai, pengalaman dan intuisi orangtua tidak bisa digantikan oleh siapapun. Dengan membiarkan anak dan menantu menemukan cara mereka sendiri, proses belajar menjadi orangtua berjalan alami.

Menghormati perbedaan latar belakang

Lebih lanjut, Dewi Yull juga menegaskan pentingnya memahami bahwa setiap orangtua tumbuh dari latar belakang budaya dan pengalaman yang berbeda. Hal ini membuat pendekatan pengasuhan yang dipilih setiap orang berbeda.

“Anda pasti memiliki pola yang berbeda, karena kita tumbuh dengan latar belakang dan budaya yang berbeda. Jadi dengan kepercayaan, aku tidak mau anak dan menantuku menduplikasi cara hidupku,” tegasnya.

Dengan sikap ini, ia berharap bisa menjaga keharmonisan dalam keluarga besar.

Ia ingin kehadirannya sebagai nenek lebih terasa sebagai pendukung, bukan sosok yang mendikte atau menuntut anak dan menantu mengikuti caranya.

Memberi ruang bagi anak dan menantu untuk menentukan pola asuhnya sendiri tidak hanya mengurangi risiko konflik, tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara generasi. Ia pun tetap hadir sebagai tempat bertanya dan berbagi pengalaman, tanpa harus mengambil alih keputusan.

Dengan begitu, ia bisa tetap dekat dengan cucu-cucunya sambil menghormati keputusan anak dan menantunya.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!