Korsel Larang Siswa Pakai Ponsel di Sekolah Mulai Tahun Depan

Parlemen Korea Selatan telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang melarang penggunaan ponsel dan perangkat digital lainnya di ruang kelas sekolah di negara tersebut mulai Maret 2026, atau saat tahun ajaran baru dimulai. Dari 163 anggota parlemen yang hadir di Majelis Nasional pada hari Rabu, 27 Agustus 2025, sebanyak 115 anggota dilaporkan menyetujui RUU tersebut. Undang-undang ini merupakan hasil pendekatan bipartisan untuk memerangi kecanduan ponsel pintar di kalangan anak-anak dan remaja. Penelitian menunjukkan dampak penggunaan media sosial yang berlebihan di kalangan anak muda, yang memengaruhi prestasi akademik dan kesehatan siswa. Sebagai salah satu negara dengan akses internet tercepat di dunia, Korea Selatan sebelumnya berupaya memperketat aturan tentang perangkat elektronik di sekolah, dengan alasan kekhawatiran akan kecanduan ponsel pintar di kalangan siswa. Kementerian Pendidikan Seoul mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa undang-undang tersebut melarang penggunaan ponsel pintar di ruang kelas, kecuali jika diperlukan sebagai alat bantu bagi siswa penyandang disabilitas atau kebutuhan pendidikan khusus, atau untuk tujuan pendidikan. Langkah ini menjadikan Korea Selatan negara terbaru yang membatasi penggunaan media sosial di kalangan anak sekolah, mengikuti langkah serupa di negara-negara lain termasuk Australia dan Belanda. Langkah tersebut juga menetapkan dasar hukum untuk "membatasi kepemilikan dan penggunaan perangkat tersebut guna melindungi hak siswa untuk belajar dan mendukung kegiatan guru", tambahnya. Tuai Pro-Kontra Anggota parlemen, termasuk anggota oposisi Partai Kekuatan Rakyat, Cho Jung-hun, yang mengajukan RUU tersebut, mengatakan bahwa isu tersebut telah lama "menjadi perdebatan di tengah kekhawatiran atas pelanggaran hak asasi manusia". Namun, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia negara tersebut telah mengubah pendiriannya, dengan mengatakan bahwa pembatasan penggunaan ponsel untuk tujuan pendidikan tidak melanggar hak asasi manusia, mengingat dampak negatifnya terhadap pembelajaran dan kesejahteraan emosional siswa. Dengan latar belakang ini, undang-undang tersebut diperlukan untuk meredakan konflik sosial "dengan mendefinisikan aturan yang jelas tentang penggunaan perangkat pintar di sekolah", kata para anggota parlemen dalam sebuah dokumen yang memperkenalkan RUU tersebut. Namun, undang-undang ini menuai reaksi keras dari berbagai kelompok, termasuk Partai Jinbo yang berhaluan kiri, yang mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan "melanggar hak digital dan hak atas pendidikan siswa". Langkah ini “mencegah remaja belajar membuat keputusan yang bertanggung jawab sendiri dan menghilangkan kesempatan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan digital”, kata partai tersebut dalam sebuah pernyataan.