Melihat Gedung Grahadi di Masa Lalu, Rumah Kebun Pejabat Belanda di Tepi Kalimas

Surabaya, sejarah gedung grahadi surabaya, Grahadi Surabaya, Grahadi, sejarah gedung grahadi, Melihat Gedung Grahadi di Masa Lalu, Rumah Kebun Pejabat Belanda di Tepi Kalimas, Dibangun Sejak 1795 dengan Biaya 14.000 Ringgit, Saksi Pertemuan Soekarno dan Jenderal Hawtorn, Istana Kecil bagi Para Presiden RI, Arsitektur Tuinhuis dan Oud Hollandstijl, Dari Pinggiran Kota Jadi Pusat Pemerintahan

Berdiri anggun di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Gedung Negara Grahadi bukan sekadar ikon Kota Pahlawan. Gedung bersejarah ini menjadi saksi perjalanan panjang Jawa Timur, dari masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, hingga lahirnya republik.

Nama Grahadi berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti rumah indah.

Julukan ini sesuai dengan wujudnya: bangunan bercorak kolonial yang berpadu dengan sentuhan arsitektur klasik Eropa, sekaligus berakar pada sejarah panjang Surabaya.

Dibangun Sejak 1795 dengan Biaya 14.000 Ringgit

Mengutip data Kemendikbud, Grahadi dibangun pada 1795 di atas tanah seluas 16.284 meter persegi di tepi Kali Mas.

Lahan tersebut awalnya milik seorang Tionghoa, kemudian dibeli pemerintah dengan ganti rugi hanya segobang atau sekitar 1,5 sen.

Pembangunannya menelan biaya 14.000 ringgit dan menjadikan Grahadi sebagai rumah bagi pejabat tinggi Hindia Belanda. Tokoh pertama yang menempatinya adalah Dirk van Hogendorp, penguasa tunggal Jawa bagian timur (Gezahebber van Hat Oost Hoek).

Selanjutnya, antara 1799–1809, bangunan ini dihuni Fredrik Jacob Rothenbuhler, sebelum direnovasi besar-besaran oleh Herman William Daendels pada 1810.

Saat itu, Grahadi mengadopsi gaya Empire Style atau Dutch Colonial Villa—perpaduan arsitektur neo-klasik Prancis dengan gaya Hindia Belanda.

Seiring waktu, fungsi Grahadi terus berubah. Tahun 1870, gedung ini digunakan sebagai rumah Residen Surabaya.

Saat pendudukan Jepang, Grahadi menjadi kediaman resmi Syuuchockan Kakka atau Gubernur Jepang di Jawa Timur. Gedung ini juga sempat difungsikan sebagai Raad Van Justitie (Pengadilan Tinggi) sekaligus lokasi pesta dansa dan resepsi.

Saksi Pertemuan Soekarno dan Jenderal Hawtorn

Surabaya, sejarah gedung grahadi surabaya, Grahadi Surabaya, Grahadi, sejarah gedung grahadi, Melihat Gedung Grahadi di Masa Lalu, Rumah Kebun Pejabat Belanda di Tepi Kalimas, Dibangun Sejak 1795 dengan Biaya 14.000 Ringgit, Saksi Pertemuan Soekarno dan Jenderal Hawtorn, Istana Kecil bagi Para Presiden RI, Arsitektur Tuinhuis dan Oud Hollandstijl, Dari Pinggiran Kota Jadi Pusat Pemerintahan

Pemandangan Willemskade di Surabaya sekitar 1910. Tampak gedung Algemeene menjadi tengara ikonik kawasan Jembatan Merah.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan, Grahadi memasuki babak baru. Gedung ini menjadi tempat perundingan penting antara Presiden Soekarno dan Jenderal Hawtorn pada Oktober 1945.

Pertemuan tersebut digelar untuk menghentikan pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu di Surabaya.

Namun, upaya itu gagal. Dari Grahadi pula, pada 9 November 1945 pukul 23.00 WIB, Gubernur Jawa Timur Suryo menolak ultimatum menyerah tanpa syarat dari Inggris.

Keesokan harinya, ia gugur di Grahadi, sehari sebelum meletusnya Pertempuran 10 November yang dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Istana Kecil bagi Para Presiden RI

Sejak masa kemerdekaan, Grahadi resmi menjadi rumah dinas Gubernur Jawa Timur. Namun, fungsi gedung ini meluas. Para presiden RI kerap menjadikannya tempat peristirahatan saat kunjungan ke Surabaya dan sekitarnya.

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang paling sering bermalam di Grahadi. Selain itu, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono juga beberapa kali menginap di gedung kenegaraan ini.

Arsitektur Tuinhuis dan Oud Hollandstijl

Surabaya, sejarah gedung grahadi surabaya, Grahadi Surabaya, Grahadi, sejarah gedung grahadi, Melihat Gedung Grahadi di Masa Lalu, Rumah Kebun Pejabat Belanda di Tepi Kalimas, Dibangun Sejak 1795 dengan Biaya 14.000 Ringgit, Saksi Pertemuan Soekarno dan Jenderal Hawtorn, Istana Kecil bagi Para Presiden RI, Arsitektur Tuinhuis dan Oud Hollandstijl, Dari Pinggiran Kota Jadi Pusat Pemerintahan

Foto Gedung Perusahaan Dagang Belanda di Kalimas Surabaya tahun 1915

Mengutip Tribun Jatim, sejak awal Grahadi dibangun dengan konsep Tuinhuis, yakni rumah indah yang dikelilingi taman bunga. Arsitek yang merancangnya adalah Ir. W. Lemci, seorang Belanda.

Awalnya, gedung ini menghadap ke utara, langsung ke Kali Mas. Dari teras, penghuni bisa menikmati pemandangan perahu-perahu yang hilir mudik di sungai. Bahkan, transportasi perahu menjadi sarana utama untuk keluar masuk gedung.

Namun, pada 1802, posisi bangunan diubah menghadap ke selatan, ke arah jalan raya seperti tampak sekarang.

Renovasi lanjutan dilakukan saat kepemimpinan Gubernur Suryo, termasuk penyempurnaan bagian depan gedung.

Pada 1991, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mulai membuka Grahadi untuk wisata sejarah. Publik dapat menyaksikan langsung interior megah bergaya kolonial, sekaligus merasakan aura sejarah yang kental di setiap ruangannya.

Sejak itu pula, setiap 17 Agustus, Grahadi menjadi tempat upacara pengibaran bendera Merah Putih. Tradisi ini dihadiri masyarakat, pelajar, hingga mahasiswa dari berbagai daerah di Jawa Timur.

Dari Pinggiran Kota Jadi Pusat Pemerintahan

Menariknya, saat pertama berdiri, Grahadi berada di pinggiran Surabaya dan difungsikan sebagai rumah kebun pejabat Belanda.

Namun, seiring berkembangnya kota, gedung ini kini justru berada di jantung kota, berseberangan langsung dengan Kantor Gubernur Jawa Timur yang dibangun tahun 1929–1931.

Gedung Negara Grahadi tetap berdiri sebagai simbol wibawa pemerintahan Jawa Timur. Lebih dari itu, ia menjadi saksi bisu sejarah panjang—dari masa kolonial, perjuangan kemerdekaan, hingga peran strategis Surabaya sebagai Kota Pahlawan.

Namun pada Sabtu (30/8/2025) malam, Gedung Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, dibakar massa. Pantauan Kompas.com di lokasi pukul 22.53 WIB, api terlihat membakar gedung di bagian barat. Asap hitam membumbung tinggi.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.