Sejarah Gedung Sate yang Dedi Mulyadi Minta Jangan Disentuh Saat Demo

Unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (29/8/2025), sempat diwarnai ketegangan. Massa bahkan mencoba membakar gedung DPRD menggunakan bom molotov.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turun langsung menemui para pengunjuk rasa untuk meredakan suasana.
Dengan wajah belepotan pasta gigi sebagai antisipasi gas air mata, kehadirannya disambut riang oleh massa. Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan agar Gedung Sate yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi aksi tidak disentuh.
“Saya minta jangan menyentuh Gedung Sate,” ujar Dedi dilansir dari Tribunnews (29/8/2025).
Permintaan itu bukan tanpa alasan. Gedung Sate bukan hanya sekadar kantor Gubernur Jawa Barat, melainkan juga pusat pemerintahan provinsi dan salah satu bangunan bersejarah yang memiliki nilai monumental bagi masyarakat Indonesia.
Sejarah Gedung Sate
Gedung Sate dibangun pada masa kolonial Belanda sebagai bagian dari rencana besar pembangunan Pusat Instansi Pemerintah (Gouvernement Bedrijven) di Kota Bandung.
Pembangunannya dirancang oleh Kolonel Geni V.L. Slors bersama arsitek J. Gerber pada awal abad ke-20. Lokasi pembangunan dipilih di lahan seluas 27.000 meter persegi yang terbentang lurus ke arah Gunung Tangkuban Parahu.
Rencana awalnya, kawasan tersebut akan menampung berbagai departemen pemerintahan Hindia Belanda, mulai dari Departemen Pekerjaan Umum, Kehakiman, Keuangan, Pendidikan, hingga Mahkamah Agung.
Namun, dari seluruh rancangan hanya beberapa gedung yang berhasil diselesaikan, termasuk Gedung Departemen Pekerjaan Umum yang kini dikenal sebagai Gedung Sate.
Arsitektur bangunan ini unik karena memadukan gaya Eropa dan Asia. Jendela mengambil inspirasi dari gaya Moorish Spanyol, fasad bangunan dipengaruhi Renaisans Italia, sementara menaranya bergaya pura Bali atau pagoda Thailand.
Ciri khas yang paling dikenal adalah ornamen berbentuk tusuk sate di puncak menara, sehingga masyarakat menyebutnya Gedung Sate.
Peristiwa heroik di Gedung Sate
Gedung Sate juga mencatat sejarah penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Setelah Proklamasi 1945, para pemuda Departemen Pekerjaan Umum (PU) mengambil alih gedung ini dari tangan Jepang.
Pada 3 Desember 1945, pasukan Sekutu dan Belanda menyerbu Gedung Sate. Meski persenjataan mereka jauh lebih modern, para pemuda PU berjuang mati-matian mempertahankannya.
Tampak depan Gedung Sate
Pertempuran berlangsung tiga jam hingga akhirnya tujuh pemuda gugur dan dinyatakan hilang, sementara lainnya terluka.
Untuk mengenang jasa mereka, sebuah tugu peringatan didirikan di halaman Gedung Sate. Pada 3 Desember 1951, ketujuh pemuda tersebut dianugerahi gelar “Pemuda yang Berjasa” oleh Menteri Pekerjaan Umum, Ukar Bratakusuma.
Kini, Gedung Sate berfungsi sebagai kantor Gubernur Jawa Barat sekaligus menjadi ikon Kota Bandung.
Di dalamnya juga terdapat Museum Gedung Sate yang menyimpan berbagai informasi sejarah serta difungsikan untuk kegiatan pemerintahan dan budaya.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!