Mengapa Remaja Mudah Terpengaruh Konten Media Sosial? Ahli Jelaskan

radikalisme gender, maskulinitas toksik, Maskulinitas toksik, adolescence netflix, film adolescence, serial adolescence, dampak media sosial bagi remaja, mengapa remaja lebih mudah terpengaruh konten media sosial, Mengapa Remaja Mudah Terpengaruh Konten Media Sosial? Ahli Jelaskan

Karakter remaja laki-laki berusia 13 tahun bernama Jamie membunuh teman sekolahnya, Katie, karena terpapar konten radikalisme gender seperti maskulinitas toksik dan misogini di media sosial.

Psikolog klinis anak dan remaja Lydia Agnes Gultom, M.Psi. menjelaskan, anak remaja lebih mudah terpengaruh dengan konten apapun, termasuk konten radikalisme gender, di media sosial karena tiga faktor.

“Kalau dalam psikologi dilihat dari tiga hal, yakni perkembangan koginitifnya, perkembangan sosial emosinya, dan perkembangan otaknya,” kata Agnes yang berpraktik di Klinik Utama Dr. Indrajana Jakarta Pusat kepada Kompas.com, Minggu (13/4/2025).

Penyebab Remaja Mudah Terpengaruh Konten Media Sosial

Agnes menerangkan, ketiga faktor di atas berpengaruh dalam setiap fase kehidupan anak karena memiliki tugas masing-masing terkait kehidupan mereka sehari-hari. Hal inilah yang kemudian membuat remaha mudah terpengaruh konten media sosial.

1. Perkembangan kognitif

Ketika anak memasuki fase remaja, mereka sudah mulai berpikir secara abstrak tentang seesuatu, baik itu yang dia lihat, tentang sesuatu yang nyata, atau sesuatu yang tidak secara langsung berkaitan dengan mereka.

“Dan mereka juga sudah mulai mempertanyakan banyak hal, ingin tahu tentang banyak hal. Jadi, itu yang membuat mereka mencari hal-hal itu di media sosial,” tutur Agnes.

2. Perkembangan sosial emosional

Selanjutnya adalah perkembangan sosial emosional, yakni ketika remaja sedang dalam tahap mencari identitas dan kedekatan dengan lawan jenis atau orang lain.

Remaja mulai mengembangkan identitas pribadinya. Jadi, mereka menggunakan media sosial untuk mengeksplorasi siapa dirinya. Bisa pula meniru figur yang mungkin mereka anggap populer atau keren.

“Dan sudah mulai membandingkan diri dengan orang lain. Di fase ini, dalam perkembangan sosial emosional ini, penting penilaian dari teman sebayanya,” kata Agnes.

3. Perkembangan otak

“Ini fungsinya memang memandu manusia dalam mengambil keputusan, merencanakan hal-hal di masa depan, dan mengontrol diri, dan melihat konsekuensi dan risiko,” jelas Agnes.

Pada remaja yang tidak dilatih dalam berpikir kritis, mereka bisa dengan mudah menerima informasi apapun dari media sosial tanpa dicerna melalui penalaran.

“Ditambah lagi, secara biologisnya secara hormonal dan fungsi emosinya lagi aktif di pubertas. Jadi, mereka lebih cenderung untuk bertindak karena emosi dibandingkan pakai nalar,” tutur Agnes.

Apakah Media Sosial Bisa Dihindari?

Agnes mengatakan, media sosial sudah seperti play ground di kalangan remaja. Sebab, sedari lahir pun mereka sudah menjadi seorang digital native.

Dengan kata lain, media sosial tidak bisa dilepas dari kehidupan remaja. Ada banyak hal yang berkaitan dengan penggunaan media sosial, seperti kegiatan bersekolah.

“Dan juga, ada dari segi interaksi seperti mencari teman dan ngobrol sama teman, atau cari hiburan, atau interaksi dengan keluarga yang mungkin masih dekat atau jauh. Jadi, media sosial itu sesuatu yang enggak bisa dilepaskan,” ucap dia.

Namun, orangtua bisa membentengi anak dengan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi mereka untuk bertanya soal apapun yang mereka temui di media sosial.