Fenomena Scan Retina demi Imbalan Uang dari Worldcoin, Apa Bahayanya?

Sejumlah warga di beberapa daerah di Indonesia, dikabarkan memindai (scan) retina mereka secara sukarela. Fenomena itu dilaporkan terjadi di Depok dan Bekasi.
Warga memindai iris mata mereka di gerai WorldID. Setelah memindai retina secara sukarela, mereka menerima imbalan uang dalam bentuk digital atau kripto, yang nilainya sekitar Rp 250.000 hingga Rp 800.000.
Fenomena scan retina mata ini merupakan bagian dari proyek Worldcoin, yang dijalankan oleh Tools for Humanity (TFH), yang turut didirikan oleh CEO OpenAI, Sam Altman.
Menurut laporan Kompas.com, warga yang datang secara sukarela, hanya perlu menunjukkan KTP, lalu memasukkan nama dan tanggal lahir di aplikasi WorldApp.
Fenomena scan retina mata Worldcoin aman atau tidak?
Fenomena scan iris mata yang ditukar dengan koin digital atau mata uang kripto WRLD ini menimbulkan kekhawatiran, terutama soal privasi dan pengelolaan data biometrik.
Hal tersebut dikatakan pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC), Pratama Persadha. Ia mengatakan, hingga saat ini peruntukan data biometrik tersebut masih belum jelas.
"Kalau scam (penipuan) sih enggak ya, kita tahu Sam Altman dan beberapa co-founder-nya itu orang-orang yang terpercaya. Jadi kayaknya enggak mungkin kalau scam," kata Pratama.
"Tapi kalau memanfaatkan data kita untuk hal-hal yang lain, kita enggak tau nih, data iris itu nanti akan digunakan untuk apa," imbuhnya dalam sesi Obrolan Newsroom yang tayang di kanal YouTube Kompas.com.
Akan tetapi, menurut para pendiri TFH, di masa depan, identitas ini akan berguna ketika bot kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) merajalela dan membuat orang sulit membedakan mana manusia asli dan bukan.
"Mereka akan menggunakan (untuk) apa data kita, itu belum jelas, itu yang harus diperjelas. Enggak ada "makan siang garatis" di internet. Enggak ada orang kasih duit cuma-cuma tanpa mengharapkan apa pun dari kita," jelas Pratama.
Pratama juga mengatakan, TFH harus terbuka apakah mereka sudah melakukan verifikasi, yakni memastikan apakah alat yang digunakan terpercaya dan berpotensi mencuri data biometrik atau tidak.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah harus memastikan apakah sistem yang dilakukan TFH dalam memindai dan menyimpan data masyarakat, sudah tepat atau belum.
Ia juga mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memperjelas fenomena yang terjadi, termasuk dampak bagi masyarakat yang terlanjur memindai iris mata untuk Worldcoin.
"Untuk Komdigi, ini harus diperjelas apa yang terjadi, bagaimana dampaknya bagi masyarakat yang terlanjur scan biometric. Kalau sudah terlanjur bagaimana kompensasinya, dll," imbuhnya.
Data kredensial Worldcoin muncul di pasar gelap China
Masalah keamanan proyek Worldcoin itu menjadi sorotan sejak peluncurannya tahun 2023 lalu. Salah satunya kabar bahwa data kredensial Worldcoin dilaporkan diperjualbelikan di pasar gelap di China.
Worldcoin dan WorldApp memang belum dirilis resmi di China. Namun, melansir dari Coindesk, banyak orang di sana mencari kredensial Worldcoin di pasar gelap.
Kredensial tersebut kebanyakan berasal dari negara-negara berkembang, seperti Kamboja dan Kenya, di mana TFH sudah "memanen" data biometrik dari negara-negara tersebut.
Bermasalah di Spanyol
Worldcoin juga menimbulkan masalah di Spanyol. Otoritas Perlindungan Data (AEPD) Spanyol mendapati aplikasi tersebut punya rekam jejak yang dinilai mengancam privasi pengguna, khususnya di sejumlah negara Eropa.
Dibekukan di Indonesia
Selain di Spanyol, izin Worldcoin juga dibekukan sementara di Indonesia. Menurut Komdigi, langkah ini diambil untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik dan perlindungan data pribadi.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar di Jakarta, dikutip KompasTekno dari Antaranews, Senin (5/5/2025).
Kemkomdigi juga akan memanggil pejabat PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara dan meminta mereka menyampaikan klarifikasi soal dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik di layanan Worldcoin dan WorldID.
Menurut hasil penelusuran awal, PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dan tidak memiliki tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE), sebagaimana yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.
Kemkomdigi turut mengimbau masyarakat Indonesia agar mewaspadai berbagai layanan digital yang tidak sah dan meminta untuk segera melapor melalui kanal pengaduan publik resmi apabila menemukan dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraaan layanan digital.