Beda Narasi TNI dan Koalisi Sipil soal Kasus Kematian Abral Wandiko

Abral Wandiko, Kampung Yuguru, Koalisi Masyarakat Sipil, Beda Narasi TNI dan Koalisi Sipil soal Kasus Kematian Abral Wandiko, Benarkah TNI Menyiksa Abral Wandiko?, Mengapa TNI Menangkap Abral Wandiko?, Bagaimana Penyelidikan Koalisi Masyarakat Sipil atas Kematian Abral?, Apa Tindakan Selanjutnya dari Koalisi Masyarakat Sipil?

Kasus kematian Abral Wandiko di Kampung Yuguru, Distrik Meborok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, mengundang perhatian dan memunculkan banyak pertanyaan.

Abral ditemukan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan, dengan luka parah di wajah, tangan terikat, dan kaki melepuh.

TNI dan Koalisi Masyarakat Sipil mengungkapkan narasi berbeda soal kematian Abral.

Koalisi Masyarakat Sipil menuding TNI melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat hingga menyebabkan Abral yang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), meninggal.

Sementara itu, TNI dengan tegas membantah telah menyiksa dan membunuh Abral Wandiko.

Lantas, apa sebenarnya penyebab kematian Abral Wandiko?

Benarkah TNI Menyiksa Abral Wandiko?

Menurut Mayjen Kristomei Sianturi, Kepala Pusat Penerangan TNI Abral diduga melarikan diri setelah ditangkap.

Kristomei menegaskan bahwa prajurit TNI tidak melakukan tindakan brutal seperti yang dituduhkan.

“Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu, justru yang melakukan kebiadaban seperti itu adalah gerombolan OPM selama ini," kata Kristomei, kepada Kompas.com, Senin (16/6/2025).

Ia juga menyebut kemungkinan Abral dibunuh oleh kelompoknya sendiri karena berencana membocorkan lokasi persembunyian senjata kepada TNI.

"Lalu tudingan diarahkan ke prajurit TNI, karena yang terakhir membawa Abral sebelum melarikan diri adalah prajurit TNI," ujar Kristomei lagi.

Mengapa TNI Menangkap Abral Wandiko?

Dalam keterangannya, Kristomei menjelaskan bahwa TNI menangkap Abral karena diduga merupakan anggota Kelompok Operasi Kodap III/Ndugama OPM.

TNI mengaku menemukan dua pucuk senjata rakitan dan beberapa catatan yang menunjukkan keterlibatan Abral dengan OPM saat penangkapan.

“Bukti bahwa Abral Wandikbo alias Almaroko Nirigi, anggota Pok OPM, sangat jelas, terbukti dengan adanya foto yang bersangkutan sambil membawa senjata M-16 A2," ungkap Kristomei.

Kristomei juga menyatakan bahwa Abral bersedia menunjukkan lokasi persembunyian senjata saat diinterogasi, tetapi melarikan diri meskipun TNI telah memberikan tembakan peringatan.

TNI kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan pengejaran demi menjaga keselamatan pasukan.

“Saat itu, aparat TNI tidak melanjutkan upaya pengejaran dan memastikan kondisi yang bersangkutan dikarenakan faktor keamanan yang memiliki risiko tinggi bagi keselamatan pasukan apabila melanjutkan gerakan," ujar Kristomei.

Bagaimana Penyelidikan Koalisi Masyarakat Sipil atas Kematian Abral?

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Hak Asasi Manusia (HAM) membantah klaim bahwa Abral adalah anggota OPM.

Mereka menganggap Abral sebagai warga sipil biasa yang aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru untuk meningkatkan mobilitas masyarakat.

Koalisi ini juga menyatakan bahwa TNI menangkap Abral tanpa bukti yang sah pada 22 Maret 2025.

Tiga hari kemudian, ia ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan.

Koalisi Masyarakat Sipil menduga Abral telah menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh.

"Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Ironisnya, sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian menyebarkan narasi menyesatkan bahwa korban melarikan diri," ujar Koalisi.

Apa Tindakan Selanjutnya dari Koalisi Masyarakat Sipil?

Kejanggalan dalam kasus ini mengarah pada tindakan dari Koalisi bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) untuk mengadakan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 13 Juni 2025

Mereka melaporkan dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam kematian Abral.

"Hak korban untuk hidup, tidak disiksa, dan hak untuk merasa aman jelas-jelas dilanggar. Begitu pula hak korban untuk mendapat pendampingan hukum ketika ditangkap juga diabaikan begitu saja oleh aparat yang menangkapnya," bunyi keterangan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM.

Saat ini, kasus kematian Abral masih menunggu penjelasan dan tindakan lebih lanjut dari pihak berwenang.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .