Agnez Mo Jadi Kasus Pertama UU Hak Cipta, DPR Soroti Putusan Hakim

DJKI, Agnez Mo, UU Hak Cipta, DJKI Punya Data Lengkap Soal Royalti Hingga 2025, Agnez Mo Jadi Kasus Pertama UU Hak Cipta, DPR Soroti Putusan Hakim, Aturan UU Hak Cipta Dinilai Sudah Jelas dan Berjalan Efektif, DJKI Punya Data Lengkap Soal Royalti Hingga 2025, Komisi III Bahas Kasus Agnez Mo dan Minta Evaluasi Putusan Hakim, Komisi III Minta Bawas MA Evaluasi Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan bahwa musisi Agnez Mo menjadi orang pertama yang terjerat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Hal itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal HKI, Razilu, dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III DPR RI, Jumat (20/6/2025).

“Intinya adalah sejak UU ini disahkan pada tanggal 16 September 2014 sampai dengan sebelum kejadian Agnez Mo, sebenarnya belum ada kejadian yang dilaporkan terkait dengan kasus ini,” ujar Razilu.

Aturan UU Hak Cipta Dinilai Sudah Jelas dan Berjalan Efektif

Razilu menilai tidak adanya kasus sebelumnya sebagai bukti bahwa implementasi UU Hak Cipta telah berjalan dengan baik.

Menurutnya, aturan tersebut sudah memiliki kerangka hukum dan mekanisme yang jelas, khususnya dalam hal pembayaran royalti oleh penyelenggara kegiatan.

“Artinya sebenarnya UU ini sudah berjalan cukup lama, ya, hampir 10 tahun lebih. Itu belum pernah ada kasus yang terkait hal ini,” jelasnya.

“Jadi menurut kami, apa yang ada dalam peraturan perundang-undangan dengan peraturan pelaksanaannya sudah sangat jelas,” tambah Razilu.

DJKI Punya Data Lengkap Soal Royalti Hingga 2025

Lebih lanjut, Razilu menyampaikan bahwa DJKI telah mengantongi data lengkap tentang pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) hingga tahun 2025.

Ia menjelaskan bahwa sumber royalti berasal dari berbagai penyelenggara kegiatan seperti promotor, partai politik, perguruan tinggi, hingga perusahaan.

“Dan juga ada yang dibayar oleh penyanyi sendiri, tetapi yang menyelenggarakan konser sendiri. Jadi ketika dia penyanyi membayar royalti, itu bukan sebagai penyanyi; dia bayar karena dia menyelenggarakan konser. Itu mungkin penegasan dari kami,” pungkasnya.

Komisi III Bahas Kasus Agnez Mo dan Minta Evaluasi Putusan Hakim

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tersebut, Komisi III DPR RI membahas polemik gugatan royalti terhadap Agnez Mo.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut bahwa kasus ini menjadi perhatian karena Agnez Mo hanya berperan sebagai penyanyi, bukan penyelenggara acara.

“Jadi dibedah juga tentang kasus yang menimpa saudari Agnez Mo yang diputus oleh pengadilan. Padahal beliau itu cuma penyanyi, bukan penyelenggara sebuah event,” kata Habiburokhman.

Ia menambahkan, berdasarkan penjelasan DJKI, pembayaran royalti seharusnya dilakukan oleh penyelenggara acara, bukan oleh musisi atau penyanyi.

“Tadi dalam RDPU dijelaskan oleh Dirjen Haki bahwa mekanisme pembayaran royalti itu melalui LMK. Secara umumnya begitu, dan yang membayarkan tentu event organizer-nya, pelaksana event,” lanjutnya.

Komisi III Minta Bawas MA Evaluasi Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

Menanggapi polemik tersebut, Komisi III DPR RI sepakat meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim yang menangani perkara Agnez Mo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

“Komisi III DPR RI meminta kepada Bawas Mahkamah Agung untuk menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh Koalisi Advokat Pemantau Peradilan, terkait dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili Perkara dengan Register No.92/PDT.SUS-HK/HAKCIPTA 2024,” kata Habiburokhman.

Putusan tersebut dianggap tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan terkait Hak Cipta, terutama dalam penentuan tanggung jawab atas pembayaran royalti.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .