Iran Desak DK PBB Gelar Sidang Darurat: Serangan AS Dinilai Langgar Hukum Internasional

Pemerintah Iran secara resmi mengajukan permintaan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk menggelar sidang darurat.
Permintaan ini diajukan menyusul Amerika serang Iran via udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama yakni di Fordo, Natanz, dan Isfahan, pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025.
Permintaan ini disampaikan melalui surat resmi dari Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani.
Dalam surat tersebut, Iravani menyebut bahwa tindakan militer AS merupakan ancaman serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Ia menambahkan bahwa lokasi yang diserang berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), meskipun klaim ini belum dilengkapi dengan bukti konkret.
Mengapa Iran Menganggap Serangan Ini Melanggar Hukum Internasional?
Menurut Iravani, serangan yang dilakukan AS melanggar Piagam PBB dan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Ia menegaskan bahwa pelanggaran tersebut membutuhkan respons tegas dari komunitas internasional.
Dalam suratnya, ia juga menyatakan bahwa Iran telah mengambil langkah-langkah diplomatik untuk memastikan bahwa pelaku serangan tidak akan lolos dari pertanggungjawaban.
"Iran telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengutuk serangan ini dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab tidak akan lolos dari hukuman," tulis Iravani, dikutip dari CNN.
Bagaimana Respons Dunia Internasional?
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap situasi yang semakin memburuk. Dalam pernyataannya di media sosial X (dulu Twitter), Guterres menyebut serangan militer AS terhadap Iran sebagai "eskalasi berbahaya" yang dapat memperparah ketegangan dan mengancam stabilitas kawasan.
"Konflik ini berisiko tak terkendali dan akan membawa konsekuensi terburuk bagi rakyat sipil, kawasan, dan dunia," ujar Guterres dikutip dari Antara.
Ia mendesak semua anggota PBB untuk mengutamakan de-eskalasi dan memenuhi kewajiban internasional sesuai dengan Piagam PBB.
Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Dalam unggahan di Truth Social, ia mengklaim bahwa situs rahasia di Fordo telah hancur.
"Sejumlah muatan penuh bom dijatuhkan di Fordo. Fordo sudah lenyap," tulis Trump.
Trump juga menyebut bahwa enam bom penghancur bunker digunakan untuk menggempur Fordo, dan 30 rudal Tomahawk ditembakkan ke Natanz dan Isfahan.
Serangan ini disebut sebagai respons terhadap dugaan pengembangan senjata nuklir oleh Iran, yang menurut AS dan Israel, mengancam keamanan regional.
Bagaimana Iran Menanggapi Serangan Militer AS dan Israel?
Iran merespons serangan ini dengan menembakkan 30 rudal ke arah Israel, menargetkan Bandara Internasional Ben Gurion dan sejumlah infrastruktur strategis.
Serangan balasan ini menjadi bagian dari "Operasi True Promise 3," yang diklaim sebagai upaya mempertahankan kedaulatan nasional.
Menurut laporan kantor berita Fars, rudal yang digunakan adalah kombinasi berbahan bakar cair dan padat dengan daya hulu ledak tinggi.
Kementerian Pertahanan Iran menekankan bahwa serangan balasan ini merupakan bentuk pembalasan terhadap tindakan militer AS dan Israel.
Pemerintah Iran, melalui penasihat ketua parlemen Mehdi Mohammadi, menyatakan bahwa mereka telah mengantisipasi kemungkinan serangan, terutama terhadap Fordo.
Oleh karena itu, fasilitas tersebut telah dievakuasi sebelumnya. Mohammadi menyebut tidak ada kerusakan permanen yang tidak bisa dipulihkan di situs tersebut.
Meski demikian, keterlibatan AS dalam agresi terhadap Iran dinilai telah memperburuk ketegangan secara signifikan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".