Pengamat Kritik Wacana Kuota Maksimal 50 Siswa per Kelas di Jawa Barat

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemprov Jabar, sekolah negeri, Beban guru, beban guru, Jabar, sekolah swasta, Dedi Mulyadi, mutu pendidikan, kebijakan Pemprov, Pengamat Kritik Wacana Kuota Maksimal 50 Siswa per Kelas di Jawa Barat, Memicu turunnya semangat belajar, Beban guru semakin berat, Potensi mematikan sekolah swasta, Tanggapan Dedi Mulyadi

 Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mewacanakan penambahan kuota jumlah siswa dari 36 menjadi 50 orang per kelas pada jenjang SMA dan SMK.

Pemerhati pendidikan dari Perguruan Tamansiswa Darmaningtyas berpendapat, meski tujuannya baik, wacana tersebut bisa menimbulkan risiko besar.

"Di sisi lain dianggap berisiko besar terhadap kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah negeri," ujarnya, dikutip , Rabu (2/7/2025).

Memicu turunnya semangat belajar

Darmaningtyas menjelaskan penambahan jumlah siswa per kelas akan membuat kelas terlalu padat dan menimbulkan efek berantai lainnya.

Antara lain menciptakan suasana yang tidak kondusif, mengganggu konsentrasi belajar, dan akhirnya menurunkan semangat belajar siswa.

"Siswa yang semua termotivasi bisa jadi apatis karena ketidaknyamanan dalam mengikuti pembelajaran harian," jelasnya.

Beban guru semakin berat

Dampak selanjutnya berkaitan dengan beban guru yang menurut Darmaningtyas nyaris mustahil untuk memberikan perhatian secara individual kepada 50 siswa di kelas.

Guru memang mengajar sesuai jadwal, tapi menurutnya efektivitas dan dampaknya pada kecerdasan siswa menjadi persoalan lain.

Bagi Darmaningtyas, kondisi tersebut menutun pada proses belajar-mengajar yang sifatnya formalitas belaka, dan ia khawatir kualitas pendidikan di Jabar akan menurun drastis.

"Akhirnya yang terjadi, anak-anak memang sekolah, tapi tidak mendapatkan pendidikan yang benar-benar mencerdaskan," kata dia.

Potensi mematikan sekolah swasta

Darmaningtyas menambahkan penambahan daya tampung sekolah negeri dalam jumlah besar turut berpotensi mematikan sekolah swasta, yang selama ini juga berperan mencerdaskan masyarakat.

Menurutnya pemerintah seharusnya melibatkan sekolah swasta sebagai mitra untuk menangani masalah pendidikan di Jabar.

Misalnya, dengan memfasilitasi anak-anak Jabar untuk mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), atau memberikan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) kepada sekolah swasta yang menerima siswa dari keluarga tak mampu,

"Dengan begitu, anak-anak dari golongan miskin tetap bisa bersekolah secara gratis, sekolah swasta tetap hidup, dan kualitas pendidikan tetap terjaga," tandasnya.

Darmaningtyas menyarahkan, jika Pemprov Jabar ingin menambah jumlah siswa per rombongan belajar (rombel), lebih baik maksimal 40 siswa per kelas, bukan 50 siswa per kelas.

"Kalau ingin pendidikan berkualitas, ya harus ada pembatasan rombel. Belajar itu bukan industri massal," tegasnya.

Tanggapan Dedi Mulyadi

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemprov Jabar, sekolah negeri, Beban guru, beban guru, Jabar, sekolah swasta, Dedi Mulyadi, mutu pendidikan, kebijakan Pemprov, Pengamat Kritik Wacana Kuota Maksimal 50 Siswa per Kelas di Jawa Barat, Memicu turunnya semangat belajar, Beban guru semakin berat, Potensi mematikan sekolah swasta, Tanggapan Dedi Mulyadi

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat memberikan keterangan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu (25/6/2024).

Menanggapi kritik terhadap wacana kuota maksimal 50 siswa per kelas di sekolah negeri di Jabar, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan kebijakan tersebut disalahpahami oleh sebagian masyarakat.

Menurutnya, angka 50 bukanlah kewajiban mutlak, melainkan batas maksimal.

“Kalimatnya maksimal, artinya bisa dalam setiap kelas itu 30, bisa 35, bisa 40. Dan apabila, kalimatnya apabila, apabila di daerah tersebut banyak siswa yang dekat dengan sekolahnya dan punya kemampuan ekonomi rendah,” ujar Dedi dikutip dari akun TikTok @Dedimulyadiofficial, Kamis (3/7/2025).

Dedi menjelaskan, siswa di Jabar sebenarnya mampu membayar uang sekolah, namun mereka terbebani ongkos transportasi yang mahal karena rumahnya jauh dari sekolah.

“Misalnya bayaran bulanannya 200 atau 300 ribu, dia mampu. Tetapi misalnya dia berat diongkos menuju sekolahnya. Maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan: daripada anak Jawa Barat tidak sekolah, ya lebih baik sekolah,” ujarnya.

Dedi menambahkan, kebijakan kuota maksimal 50 siswa per kelas hanya bersifat sementara.

Pemprov Jabar akan membangun ruang-ruang kelas baru agar jumlah siswa per kelas bisa kembali normal dalam waktu dekat.

“Dalam semester berikutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pasti membangun ruang kelas baru. Nanti dibangun ruang kelas baru sehingga kembali lagi menjadi 30 atau 35,” ucapnya.