DPR Kritik Kebijakan 50 Siswa per Kelas di Jabar, Dinilai Lebih Banyak Mudarat

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengkritik keras kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menetapkan kuota hingga 50 siswa dalam satu kelas. Ia menilai, aturan tersebut justru menimbulkan lebih banyak mudarat dibanding manfaat.
Pernyataan itu disampaikan Lalu usai menerima keluhan dari sejumlah wali murid yang anaknya mengikuti proses belajar mengajar dengan komposisi siswa yang padat di sekolah-sekolah di Jawa Barat.
“Jika dalam pelaksanaannya justru lebih banyak mudarat daripada manfaatnya ya silakan dievaluasi dan rangkul sekolah swasta untuk bisa menampung anak didik kita,” kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/7).
Kebijakan ini merupakan bagian dari Program Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang diterapkan dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, masih banyak solusi lain yang bisa ditempuh pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan anak putus sekolah tanpa harus memadatkan jumlah siswa dalam satu kelas.
“Masih banyak cara yang dilakukan, apalagi APBD Jabar kan cukup tinggi maka saya yakin jika 20 persen anggaran pendidikan benar- benar peruntukannya maka masalah kekurangan kelas di Jabar bisa teratasi,” tegas dia.
Meskipun demikian, Lalu menyebut kebijakan tersebut secara aturan diperbolehkan, selama daerah tersebut memang mengalami kekurangan satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta, serta memiliki jumlah calon siswa baru yang melimpah.
“Dengan catatan juga daerah tersebut untuk melimpah calon siswa baru. atau dengan kondisi khusus. Tentu mempertimbangkan ruang kelas yang akan digunakan,” tegas dia.
“Jadi harus mencukupi 50 dan tidak berdesak desakan. Hal tersebut tertuang dalam permendikbudristek no 47/2023 dan diperkuat demgan SK BKSAP no 71/2024,” pungkasnya. (Pon)