Pendaftar SMK Veteran Cirebon Hanya 11 Siswa, Efek Kebijakan Dedi Mulyadi?

Jumlah siswa baru di SMK Swasta Veteran, Jalan Pemuda, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat, tahun ini anjlok drastis. Hingga Jumat (11/7/2025), hanya 11 orang yang mendaftar untuk tahun ajaran baru—turun tajam dibanding tahun lalu yang mencapai 30 siswa.
Merosotnya angka pendaftaran ini disebut-sebut dipicu oleh kebijakan terbaru Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dianggap memperburuk nasib sekolah menengah kejuruan (SMK) swasta.
Pantauan Kompas.com di lokasi menunjukkan suasana sepi. Sejumlah guru yang tergabung dalam panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih berjaga di depan sekolah, berharap kedatangan calon siswa dan orangtua. Namun hingga berjam-jam, tak satu pun yang muncul.
Padahal, hari pertama tahun ajaran 2025/2026 dijadwalkan dimulai pada Senin (14/7/2025).
Kepala SMK Veteran, Wahyu Hidayat, mengaku sangat prihatin. Jumlah pendaftar tahun ini jauh lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.
“Hanya ada 11 orang murid baru yang sudah mendaftar. Jumlah tersebut menurun drastis dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 30 siswa,” ujarnya.

Wahyu khawatir jumlah ini justru bisa berkurang lagi menjelang hari pertama masuk sekolah. Ia menyebut anjloknya pendaftar disebabkan oleh kebijakan baru Gubernur Jawa Barat yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025. Regulasi ini berisi petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah di jenjang pendidikan menengah.
“Kondisi tahun sekarang sangat prihatin, sangat terkena dampak aturan terbaru. Kita harus banyak cari, tapi bingung, apakah masih ada, karena yang kemarin tidak diterima SPMB tahap pertama, ditarik lagi di negeri. Sekarang di sini, hanya 11 orang murid,” ungkapnya.
SMK Swasta Tersisih akibat Rombel Negeri Ditambah
Salah satu pokok kebijakan Dedi Mulyadi yang menjadi sorotan adalah penambahan kapasitas rombongan belajar (rombel) di SMA negeri. Dalam aturan baru, jumlah maksimal siswa per kelas diperbolehkan hingga 50 orang.
Imbasnya, orangtua lebih memilih SMA negeri yang kini bisa menampung lebih banyak murid. Bahkan, menurut Wahyu, ada kasus di mana siswa yang tidak lolos seleksi awal SMA negeri justru ditarik kembali untuk mengisi kuota tambahan—meskipun mereka sudah mendaftar ke sekolah swasta.
Kondisi ini membuat berkas pendaftaran di SMK swasta banyak yang dicabut. Dampaknya bukan hanya pada jumlah siswa, tetapi juga menyentuh nasib para guru.
“Guru-guru di SMK Veteran selama ini hanya menerima upah kurang dari Rp300.000 per bulan. Jumlah tersebut sangat tidak layak, mengingat sebagian adalah kepala rumah tangga,” ujarnya.
Wahyu juga mengkritik kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan pengelola SMK swasta. Ia merasa tak pernah dilibatkan dalam pembahasan kebijakan pendidikan menengah.
“Bila hal itu ditempuh, ada beberapa solusi yang ditawarkan. Misalnya, Gubernur Jawa Barat bisa berdialog dengan pihak SMK swasta,” kata Wahyu.
Ia menambahkan, banyak gedung SMK swasta yang masih layak digunakan untuk menampung siswa dari sekolah negeri yang kelebihan kapasitas.
Lebih Parah di SMK Cipto
Jika SMK Veteran kehilangan puluhan calon siswa, nasib SMK Cipto jauh lebih mengkhawatirkan. Sekolah kejuruan yang fokus di bidang farmasi ini hanya berhasil menarik dua siswa baru untuk tahun ajaran kali ini—turun dari delapan siswa pada tahun lalu.
Kepala SMK Cipto yang juga Ketua Forum SMK Swasta Se-Kota Cirebon, Ari Nur Rahmat, menyatakan bahwa dampak kebijakan Gubernur Jawa Barat dirasakan hampir seluruh SMK swasta di provinsi tersebut.
“Hanya 2 siswa, dari 8 siswa di tahun kemarin. Tidak hanya di Kota Cirebon, tapi juga daerah lain, lebih dari 50 persen turunnya,” jelasnya.
Ari menyoroti bahwa kebijakan Gubernur bertentangan dengan ketentuan dari Kementerian Pendidikan, yang membatasi jumlah siswa maksimal 36 per kelas. Namun kini sekolah negeri bisa mengisi satu kelas hingga 50 orang.
Ia dan para pengelola SMK swasta berharap Gubernur Dedi Mulyadi lebih berpihak pada keberlangsungan pendidikan di sekolah swasta yang kini terancam bangkrut akibat minimnya siswa.