Dedi Mulyadi: Jangan Jadikan Anak Sekolah Objek Peningkatan Pariwisata

Menjelang awal tahun ajaran baru, diskusi soal kegiatan study tour kembali mencuat.
Di tengah harapan para pelaku wisata agar roda ekonomi kembali bergulir, muncul kekhawatiran akan potensi eksploitasi terhadap siswa sekolah.
Aksi unjuk rasa digelar di depan Gedung Sate, Senin (21/7/2025). Beberapa sopir bus, pelaku UMKM, hingga pengelola destinasi wisata menyuarakan aspirasi.
Mereka berharap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mencabut larangan study tour ke luar provinsi yang tercantum dalam poin ketiga Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 45/PK.03.03/KESRA.
Namun dalam unggahan videonya yang tayang di aplikasi sosial media yang tayang pada Sabtu (26/07/2025), Dedi menyampaikan pandangan yang menekankan sisi lain dari kebijakan tersebut.
Bukan tanpa empati terhadap pelaku wisata, tapi ia melihat urgensi menjaga ruang pendidikan tetap steril dari kepentingan ekonomi.
Playground di The Nice Funtastic Park Cianjur.
Menghindari Komersialisasi Dunia Sekolah
Menurut Dedi, menjadikan siswa sebagai bagian dari strategi peningkatan pariwisata bukanlah pendekatan yang sehat. Ia menyebut praktik seperti ini tidak memiliki dasar berpikir akademis maupun moral.
“Menjadikan anak sekolah sebagai objek peningkatan kunjungan pariwisata adalah perbuatan yang tidak memiliki landasan berpikir akademis dan moral,” ungkapnya.
Ia menegaskan, anak-anak sudah cukup terbebani dengan praktik komersial lain seperti kewajiban membeli buku LKS, seragam, atau perlengkapan sekolah yang tidak jarang dikemas secara transaksional.
Dalam konteks itu, kegiatan study tour bukan hanya soal liburan, tapi juga potensi ekonomi yang ditopang oleh siswa dan orang tua.
Satwa di Kebun Binatang Bandung.
Cara Lain Meningkatkan Wisata Tanpa Libatkan Sekolah
Dedi tak menutup mata terhadap kebutuhan daerah untuk menghidupkan kembali sektor wisata. Ia justru menawarkan pendekatan yang lebih berkelanjutan: benahi kualitas destinasi terlebih dahulu.
Destinasi wisata, menurutnya, akan lebih menarik jika menghadirkan lingkungan bersih, bangunan estetik, dan sistem yang jujur.
Ia juga menyoroti pentingnya menghilangkan pungli, calo tiket, hingga penataan pedagang agar tak membuat pengunjung merasa “digetok harga”.
“Kalau semuanya dilakukan daerah tertata, bersih, pedagang jujur, tidak ada pungli, jangan khawatir, wisatawan akan datang berbondong-bondong karena merasa nyaman,” tambah Dedi.
Ia bahkan menekankan pentingnya membangun rasa aman, pengembangan pemandu wisata, serta peningkatan infrastruktur agar pengalaman wisata tidak terganggu oleh kemacetan panjang.