Kasus Guru Madin Demak Viral, Wagub Jateng: Kalau Dibesar-besarkan, Anak Justru Takut Sekolah

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, yang akrab disapa Gus Yasin, mengunjungi Ahmad Zuhdi pada Sabtu (19/7/2025) untuk mendengarkan langsung kronologi kasus penamparan murid oleh guru di Demak.
Dalam keterangannya, Gus Yasin menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kejadian ini dan menegaskan pentingnya menjaga adab dalam dunia pendidikan.
"Kita koordinasikan langsung dengan Kementerian Agama. Jadi kita lebih ke arah edukasi dan perlindungan," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa guru bukanlah sosok yang sempurna. Namun, niat untuk menegur demi mendidik tetap merupakan bagian dari tanggung jawab seorang pendidik.
Apa Dampak Kasus Ini bagi Dunia Pendidikan?
Gus Yasin menyayangkan bahwa kasus ini sampai viral dan berimbas pada trauma psikologis, baik bagi anak maupun guru.
“Kalau permasalahan kecil dibesarkan, akhirnya anak yang jadi korban. Guru tertekan, dan nama lembaga pendidikan ikut tercoreng,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua dan sekolah dalam membentuk karakter anak.
Menurutnya, pendidikan adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Pemprov Jawa Tengah akan memperkuat program “Kecamatan Berdaya” dan memperluas edukasi hukum hingga ke tingkat desa.
Gus Yasin juga menyebutkan perlunya keterlibatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan paralegal agar masyarakat tidak mudah ditekan dalam kasus hukum yang tidak proporsional.
"Kita ajak semua pihak untuk menurunkan ego, saling memaafkan, dan kembali ke tujuan utama pendidikan: membentuk anak-anak yang beradab dan bermanfaat," pungkasnya.
Diketahui, Ahmad Zuhdi (63), seorang guru Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, harus menghadapi kenyataan pahit.
Ia dituntut membayar uang sebesar Rp 25 juta setelah menampar seorang murid di kelasnya. Peristiwa itu terjadi pada April 2025 saat Zuhdi tengah mengajar.
Seorang murid dari kelas lain melempar sandal dan mengenai peci yang Zuhdi kenakan. Dalam kondisi emosi, Zuhdi menampar murid yang ditunjuk teman-temannya sebagai pelaku.
Zuhdi mengakui perbuatannya, namun ia menegaskan bahwa tamparan tersebut tidak dimaksudkan untuk menyakiti, melainkan sebagai bentuk teguran mendidik. Permintaan maaf pun telah ia sampaikan langsung kepada orang tua murid tersebut.
Tiga bulan setelah insiden tersebut, Zuhdi mengaku didatangi oleh lima pria yang mengaku dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Mereka menuntut uang damai sebesar Rp 25 juta dengan alasan bahwa kasus ini sudah dilaporkan ke pihak kepolisian.
Sebagian artikel ini telah tayang di dengan judul "Guru Tampar Murid Lalu Didenda Rp 25 Juta, Wagub Jateng: Anak yang Jadi Korban kalau Dibesar-besarkan".