Akhir Kasus Guru Madin Demak yang Didenda Rp 25 Juta Usai Tampar Siswa

— Kasus tamparan guru Madrasah Diniyah (Madin) di Demak, Jawa Tengah, akhirnya mencapai babak akhir.
Ahmad Zuhdi (63), guru Madin Roudhotul Mutaalimin, bersedia membayar denda Rp 25 juta atas insiden yang terjadi pada April 2025.
Peristiwa bermula ketika Zuhdi, yang tengah mengajar di kelas, terkena lemparan sandal dari luar ruangan.
Lantaran emosi, ia langsung menampar siswa bernama D yang ditunjuk teman-temannya sebagai pelaku pelempar sandal.
“Tamparan itu tidak untuk melukai, tapi teguran, mendidik,” kata Zuhdi saat menceritakan peristiwa itu kepada Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, Sabtu (19/7/2025).
Permintaan Maaf dan Penyelesaian
Setelah insiden, Zuhdi mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada siswa D dan orangtuanya, SM.
Namun, beberapa bulan kemudian, Zuhdi didatangi lima orang dari lembaga swadaya masyarakat yang menyampaikan bahwa kasus itu sudah dilaporkan ke kepolisian.
Keluarga D meminta uang ganti rugi Rp 25 juta, yang akhirnya dinegosiasikan menjadi Rp 12,5 juta.
Zuhdi, dengan penghasilan Rp 450.000 per empat bulan, bahkan harus menjual sepeda motor untuk membayar denda itu.
Menariknya, ketika keluarga D datang untuk mengembalikan uang damai tersebut, Zuhdi menolak.
“Saya ikhlas, apa yang keluar sudah,” ujar Zuhdi di kediamannya.
Kepala Desa Cangkring B, Zamharir, menegaskan, Zuhdi telah mengikhlaskan uang Rp 12,5 juta yang diberikan kepada keluarga D.
“Pada dasarnya, uang Rp 12,5 juta yang sudah telanjur diberikan diikhlaskan, ikhlas lahir batin, jadi tidak untuk dikembalikan. Tanpa meminta maaf, Pak Zuhdi sudah memberikan maaf,” kata Zamharir.
Reaksi Pemerintah dan Tokoh Publik
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menyatakan keprihatinan atas kasus tersebut.
“Kita koordinasikan langsung dengan Kementerian Agama. Jadi kita lebih ke arah edukasi dan perlindungan,” jelasnya.
Yasin menekankan pentingnya penyelesaian kekerasan di sekolah secara kekeluargaan dan edukatif.
“Kalau permasalahan kecil dibesarkan, akhirnya anak yang jadi korban. Kasus ini bahkan sempat viral. Anak jadi takut sekolah, guru tertekan, dan nama lembaga pendidikan ikut tercoreng,” kata dia.
Yasin menyerukan agar orangtua dan sekolah memperkuat kerja sama dalam pendidikan karakter anak.
Pemprov Jateng juga berkomitmen memperluas edukasi hukum hingga tingkat desa dengan melibatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan paralegal agar masyarakat tak mudah ditekan dalam kasus serupa.
Catatan Pengamat Pendidikan
Pemerhati pendidikan dan anak, Retno Listyarti, menyebut kasus ini sebagai pelajaran penting.
Menurutnya, guru semestinya mengontrol emosi dan menerapkan disiplin positif tanpa kekerasan.
Namun, Retno juga menilai, permintaan ganti rugi jutaan rupiah kepada guru termasuk berlebihan.
“Harusnya dihitung dulu, lukanya seberapa. Kalau dampaknya ke psikologi, dihitung dulu, butuh berapa kali terapi dan berapa biaya yang dikeluarkan dalam sekali terapi,” jelasnya.
Retno berharap pemerintah dan organisasi profesi guru hadir melindungi guru agar tak mudah dikriminalisasi, sekaligus memastikan perlindungan optimal bagi siswa.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul , "Guru Madin Demak Ahmad Zuhdi Tolak Pengembalian Uang Damai, Ini Alasannya", dan di KOMPAS.id berjudul "Duduk Perkara Guru di Demak, Dimintai Rp 25 Juta Seusai Tampar Muridnya".