Guru Ahmad Zuhdi Dituntut Bayar Rp 25 Juta Usai Tampar Murid, Kisahnya Tuai Simpati Publik

Ahmad Zuhdi, Demak, guru tampar murid, kriminalisasi guru, guru tampar murid di Demak, guru tampar murid denda 25 juta, Guru Madrasah Diniyah Demak, guru dituntut bayar Rp 25 juta, kasus guru tampar murid, wali murid tuntut guru, guru tampar murid Rp 25 juta, Guru Ahmad Zuhdi Dituntut Bayar Rp 25 Juta Usai Tampar Murid, Kisahnya Tuai Simpati Publik

Kasus yang menimpa Ahmad Zuhdi (63), seorang guru di Madrasah Diniyah (Madin) Roudhotul Mutaalimin di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial.

Zuhdi dikenakan denda sebesar Rp 25 juta oleh wali murid setelah diduga menampar seorang siswanya.

Peristiwa ini terjadi pada Rabu, 30 April 2025, saat Zuhdi tengah mengajar murid kelas 5. Ia mengaku bahwa insiden bermula ketika sekelompok siswa dari kelas lain melempar sandal hingga mengenai peci yang ia kenakan.

“Awalnya saya mengajar, tiba-tiba dihantam sandal begitu,” kata Zuhdi dalam konferensi pers di Mushala Desa Jatirejo, Jumat (18/7/2025).

Setelah kejadian itu, Zuhdi menghampiri anak-anak yang membuat keributan dan menanyakan siapa yang melempar. Karena tidak ada yang mengaku, ia mengancam akan membawa semua murid ke kantor.

Salah satu siswa akhirnya menunjuk murid berinisial D sebagai pelaku. Zuhdi lalu menampar D, yang ia sebut sebagai tindakan mendidik, bukan melukai.

"Nampar saya itu nampar mendidik, 30 tahun itu tidak pernah ada yang luka sama sekali," ujarnya.

Namun, tiga bulan setelah kejadian, Zuhdi tak menyangka akan diminta membayar “uang damai” oleh pihak keluarga murid. Awalnya diminta sebesar Rp 25 juta, jumlah itu kemudian dinegosiasikan menjadi Rp 12,5 juta.

"Aslinya mintanya Rp 25 juta, saya nego, akhirnya Rp 12,5 juta. Saya teman banyak ada satu juta, itu utang," ucap Zuhdi dengan nada sedih.

Zuhdi menyebut bahwa uang damai itu tidak tertulis dalam perjanjian tertulis, dan ia bahkan sempat berencana menjual motor demi membayar tuntutan tersebut.

Ia juga mengaku hanya menerima honor Rp 450.000 setiap empat bulan dari pekerjaannya sebagai guru madin.

"Gajinya empat bulan sekali itu Rp 450.000. Ada masalah pasti sedih. Tapi bagaimana lagi," ujarnya lirih.

Kronologi Versi Korban

Di sisi lain, murid berinisial D yang diduga ditampar oleh Zuhdi memberikan penjelasan dalam sebuah video yang diunggah akun TikTok @exaecin, Jumat (18/7/2025). Dalam video tersebut, D, yang mengenakan seragam pramuka, mengatakan bahwa ia bukanlah pelaku pelempar sandal.

"Bar ngono sing dituduh aku, padahal sing nguncalno dudu aku (setelah itu yang dituduh aku, padahal bukan aku yang melempar) " kata D, menjelaskan bahwa setelah dituduh, ia dihampiri oleh Zuhdi dan dipukul di bagian kepala.

"Dikeploki, sirah. Terus mandek sedelo, aku ngomong, ora aku pak. Kulo ndek kelas, nangis (Dipukul, kepala. Terus berhenti sebentar saya bicara bukan saya pak. Saya di kelas nangis) ," ucapnya.

Menurut pengakuannya, D merasa kesakitan dan sempat mengompres kepalanya dengan es batu. Ia tidak langsung menceritakan kejadian itu kepada ibunya. Namun, ibu dari temannya menyampaikan peristiwa tersebut kepada ibu D, berinisial SM (37).

Proses Mediasi dan Laporan ke Polisi

Pada 1 Mei 2025, sehari setelah kejadian, kakek D mendatangi kepala madrasah untuk melaporkan insiden yang dialami cucunya.

Permintaan maaf dari pihak madrasah pun telah disampaikan, dan SM sempat menyatakan menerima permintaan maaf tersebut, dengan syarat dibuatkan surat pernyataan bermaterai.

Namun, isi surat tersebut belum dirinci oleh pihak wali murid saat itu.

Namun pada 10 Juli 2025, lima orang yang mengaku sebagai keluarga D datang ke madrasah dengan membawa surat panggilan resmi dari Polres Demak untuk Zuhdi. Upaya mediasi kembali dilakukan pada 12 Juli, namun berujung pada tuntutan uang ganti rugi Rp 25 juta.

Wali murid berinisial SM ternyata bukan sosok yang asing.

Berdasarkan informasi dari akun Instagram @beritasemaranghariini, SM merupakan mantan calon anggota DPRD Kabupaten Demak tahun 2024 dari Dapil 3, diusung oleh Partai Perindo.

Namun ia gagal lolos karena hanya meraih 36 suara berdasarkan data resmi JDIH KPU Kabupaten Demak.

Fakta ini turut menambah reaksi publik yang bersimpati pada Zuhdi, terutama karena posisinya sebagai guru madrasah dengan penghasilan sangat rendah.

Dukungan Tokoh Publik dan DPRD Demak

Perhatian terhadap kasus ini juga datang dari Ketua DPRD Demak, Zayinul Fata. Ia datang langsung ke lokasi dan memberikan bantuan kepada Zuhdi.

"Ini menjadi pembelajaran bersama, jangan ada lagi kriminalisasi terhadap guru kita, kiai kita. Persoalan yang terjadi di Madrasah dan Ma'had terkadang adalah masalah yang sewajarnya antara guru dan murid, tetapi ini dibesar-besarkan hingga ada ancaman denda," tegas Zayinul.

Ia juga mengajak masyarakat untuk menumbuhkan kembali kecintaan terhadap para ulama dan pendidik.

"Mari kita kembali kepada asas kecintaan kita kepada ulama-ulama, para kiai kita. Siapa lagi yang mendidik anak-anak kita kalau bukan beliau-beliau ini," tambahnya.

Tokoh agama Gus Miftah juga turut menyuarakan dukungannya. Ia datang ke rumah Ahmad Zuhdi pada Sabtu (19/7/2025) dan menyampaikan harapannya agar tidak ada lagi kejadian serupa di masa mendatang.

"Saya berharap ini insiden terakhir, ke depan sudah tidak ada lagi. Karena apapun itu, mereka pejuang-pejuang yang luar biasa yang harus kita jaga," kata Gus Miftah kepada wartawan.

Ia juga mendorong adanya regulasi dari pemerintah untuk melindungi profesi guru madrasah dan pendidik agama.

"Syukur-syukur ke depan ada regulasi yang bisa melindungi profesi-profesi dari Pemerintah. Ini juga bisa dibahas di forum komunikasi, karena jumlah guru di Indonesia sangat banyak, nanti kita pikir bareng-bareng," ujarnya.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul dan Tribun Jateng dengan judul "Sosok Wali Murid yang Tuntut Guru Madin di Demak Rp 25 Juta, Pernah Nyaleg Tapi Gagal"